Allah SWT berfirman dalam Al-qur'an
Bersikaplah tegas terhadap orang-orang kafir dan bersikap lemah lembutlah terhadap sesama muslim
Setelah melihat makna dari ayat al qur'an diatas, terbersit sebuah pertanyaan, mengapa kadang-kadang toleransi dan persatuan umat seagama terasa lebih sulit daripada antar umat beragama? Fenomena sektarianisme di Pakistan, pertikaian antar ormas di Indonesia, perdebatan yang tak jarang berujung pada takfir antar madzhab pemikiran merupakan bukti nyata akan fenomena sulitnya menanamkan sikap toleran antar umat Islam.
Mungkin yang mendasari hal ini adalah, antar umat beragama memiliki batasan-batasan yang jelas dikarenakan adanya perbedaan prinsipil antara satu agama dengan yang lainnya, sehingga memudahkan bagi masing-masing untuk menumbuh kembangkan sikap toleran dan berusaha untuk tidak melibatkan diri dalam urusan agama yang lain karena perbedaan yang jelas dan prinsipil tadi.
Sedangkan dengan umat seagama, dimana masing-masing memiliki keterikatan dalam satu ruang agama -yang seharusnya bisa dijadikan landasan tercapainya persatuan yang kokoh dan kuat- namun kadang karena pemahaman yang kurang atau berlebihan terhadap agama, acapkali menimbulkan sikap intoleran dalam hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu prinsipil untuk disamakan secara paksa. Hal ini terjadi akibat pemahaman tentang persatuan ummat yang harus dicapai dengan penyatuan segala hal tanpa melihat mana yang ushul dan mana yang furu'. Ironisnya lagi ikatan kesatuan agama ini kadang-kadang dijadikan alasan untuk mencampuri urusan orang lain atas dalil 'ukhuwwah Islamiyyah', meskipun dalam hal-hal yang sebenarnya tidak prinsipil sehingga melibatkan diri dalamnya. Sehingga tanpa disadari sikap tersebut (pemaksaan 'keseragaman' terhadap hal-hal furu'iyyah dengan dalil persatuan ummat) jutru akan mengorbankan hal-hal yang lebih prinsipil dan ushuly yang dapat mengakibatkan perpecahan ummat.
Akhir-akhir ini tak jarang kita disuguhi berbagai slogan toleransi beragama yang memang diperlukan demi perdamaian umat manusia. Bahkan ada yang terlalu jauh, banyak dari mereka yang kemudian meneriakkan pluralisme agama. Menurut hemat saya, tak ada salahnya jika sekali-kali mari kita merenung dan bertanya pada diri kita masing-masing 'sampai sejauh manakah sikap toleran kita terhadap sesama muslim?' jangan hanya mengumandangkan toleransi antar agama namun dirinya sendiri intoleran terhadap sesamanya yang muslim. Timbulnya berbagai macam istilah Barat yang kemudian diamini sebagaian tokoh muslim seperti Islam Fundamentalis, sekuler, ekstrimis, modernis, liberal, literal, emansipatoris, humanis dan Islams (baca: Islam-islam) yang lainnya merupakan suatu indikator tentang kurangnya kesadaran umat Islam terhadap sikap toleran yang sangat ditekankan oleh ajaran Islam. Sungguh ironis apabila diluar kita meneriakkan bermacam slogan toleransi antar agama, namun didalam kita enggan untuk bersikap toleran.
Mari sekali lagi kita renungkan sikap baginda Rasulullah SAW yang dilukiskan dalam ayat alqur'an pada pembuka tulisan ini 'asyiddau 'alal kuffari ruhamaau bainahum'. Demikianlah sikap lemah lembut beliau kepada sesama muslim. Namun, berbagai bukti nyata didunia muslim sekarang menampakkan sebaliknya.
Tantangan terbesar kita sekarang adalah dimanakah letak kekuatan umat Islam yang dahulu bisa menyatukan berbagai etnis dan budaya serta beragam corak pemahaman terhadap ajaran Islam? Bagaimana Rasulullah dan para shahabat bisa tetap bersatu meskipun kadang berbeda? Menurut saya, salah satu faktor utamanya adalah toleransi. Persatuan umat tidak akan bisa tercipta dengan memaksakan 'keseragaman' dalam segala bidang ajaran Islam. Justru dengan berbagai corak dan warnanya tersebut Islam bisa menjadi agama yang universal rahmatan lil'alamin dan dengan demikian persatuan umat akan mudah terwujud.(albi)
Allah knows best.
H I/141 061007 12:35PM
No comments:
Post a Comment