Friday 19 September 2008

global pop culture

'GLOBAL POP CULTURE'
(Sebuah Proses Globalisasi atau Hegemoni Sosial Budaya?)
Alfina Hidayah

Pendahuluan

Adalah periode bersejarah bagi perubahan dunia yang sangat cepat dan dramatis semenjak dekade terakhir pada abad ke-20 hingga saat ini, dan proses globalisasi merupakan bagian yang berperan penting dari perubahan tersebut.(1) Globalisasi juga telah memberi warna dan erat hubungannya dengan ilmu-ilmu sosial; seperti masyarakat, golongan dan budaya.(2) Produk yang ditawarkan adalah konsep global masyarakat Barat kepada dunia Timur, khususnya negara-negara berkembang. Fenomena tersebut tidak hanya berkutat dalam urusan politik, ekonomi, agama atau teknologi namun juga mencakup ranah kehidupan masyarakat yang lebih luas, yaitu sosial dan budaya. Semua komponen tersebut merupakan objek globalisasi yang saling berhubungan satu dengan lainnya, sehingga munculah negara-negara yang berideologi, berbudaya, beretika dan bermoral tunggal yang terangkum dalam sebuah masyarakat global.

Globalisasi dan Perubahan Sosial Budaya

Dengan tumbangnya Uni Soviet dan Komunisme oleh ‘kekuatan baru’ Kapitalisme, maka Uni Soviet terbagi menjadi beberapa bagian negara-negara baru. Sedangkan negara-negara lain dibelahan timur baru saja berangsur bangkit dari jerat kolonialisme, sehingga mereka masih mengejar keterbelakangan dalam membangun sistem sosial, perekonomian dan politiknya. Dari sinilah globalisasi mulai di perkenalkan. Ia juga berperan penting dalam mengusung paham Kapitalisme ke negara-negara berkembang yang masih mencari jati dirinya. Fenomena tersebut merupakan indikasi atas upaya Barat dalam mengokohkan tancapan hegemoninya terhadap bangsa timur. Adapun maksud sesungguhnya adalah supremasi Amerika atas dunia. Hal serupa juga diungkapkan oleh Roger Gharoudy, orientalis Prancis yang kemudian memeluk Islam dan dikenal sebagai filosof muslim Perancis.(3)
Dilihat dari sudut pandang etimologi, 'globalisasi' merupakan sebuah sistem organisasi atau bisnis yang beroperasi dalam skala global,(4) istilah tersebut telah diperkenalkan untuk pertama kalinya pada era 60an yang sebagian besar digunakan dalam konteks Ekonomi. Pada bidang Ekonomi dan Manajemen Sastra, adalah Levitt (1983) yang mengenalkan istilah globalisasi yang tertuang dalam bukunya, Globalization of Markets. Di bidang Sosiologi, ada Roland Robertson yang mengenalkan istilah ini pada tahun 80-an, dan pada studi Media & Budaya, Marshall McLuhan telah memakai istilah 'global village' dalam bukunya Understanding Media di tahun 60an. Kemudian beranjak ke tahun 1990an dimana penggunaan istilah tersebut sangat pesat dan telah menjelma menjadi kosakata harian, tidak hanya diucapkan oleh para akademis dan pebisnis, namun juga telah menyapa media serta sudut kehidupan masyarakat luas.(5)
Secara terminologi 'globalisasi' merupakan proses interaksi yang intensif antara individu dan proses integrasi pasar global, yang hasilnya bukanlah suatu kebetulan tapi telah dikemudikan oleh perubahan-perubahan Politik, Ekonomi dan Teknologi tertentu yang menghapus adanya batas-batas antar negara. Menurut Sakiko Fukuda-Parr dalam artikelnya yang berjudul New Threats to human security in the era of globalization, proses globalisasi tidaklah baru, tapi telah muncul sejak tahun 1990an sebagai hasil dari eksistensi tiga kekuatan baru yang menjadi motif dan stimulusnya, yaitu; Liberalisasi Ekonomi, Liberalisasi Politik, Teknologi Informasi dan Komunikasi. (6)
Definisi lain yang ditulis oleh Dr. Khalid Abdul Halim As-Suyuti dalam artikelnya 'Al-Hiwaar Baina al Diyanaat al-Tsalas fi 'Asri al- 'Aulamah', bahwa globalisasi merupakan kebebasan dalam menuangkan komoditas, kapitalisme dan berfikir liberal dalam segala aspek kehidupan universal tanpa adanya batas dan ikatan. akan tetapi banyaknya kontroversi didalamnya telah memperkuat bahwa globalisasi tidak lebih dari suatu bentuk 'hegemoni',(7) di mana sebuah sistem melakukan pemaksaan terhadap yang lain melalui cara yang halus -yaitu suatu proses bagaimana kesadaran manusia dikuasai-. Dengan kata lain, dapat disimpulkan -dari beberapa definisi diatas- bahwa 'globalisasi' adalah sebuah proses tatanan masyarakat universal yang tidak mengenal batas wilayah, dimana suatu tatanan tertentu muncul kemudian ditawarkan kepada masyarakat dari negara-negara lain 'yang disadari atau tidak' telah menjadi panutan dan kiblat bagi bangsa-bangsa di penjuru dunia.
Banyaknya definisi 'globalisasi' menandakan kesimpang-siuran pengertian dan proses yang rumit, sehingga belum ada barometer yang baku dalam memaknai istilah tersebut. Disamping banyaknya isme-isme yang memiliki kesamaan maksud dengan globalisasi, seperti Westernisasi, Modernisasi, Liberalisasi, Internasionalisasi dll. Akan tetapi secara garis besar dapat disimpulkan bahwa paham-paham tersebut merupakan bagian dari proses globalisasi, karena semua paham diatas saling berkaitan satu dengan lainnya.
Kehadiran globalisasi telah membawa beberapa pengaruh, baik positif maupun negatif dalam setiap aspek kehidupan manusia. Seperti Politik, Ekonomi, Ideologi dan sosial budaya. Adanya pengaruh-pengaruh yang terjadi pada Politik dan Ekonomi berimbas pula terhadap sosial budaya negara-negara pengusung globalisasi.(8) Proses tersebut biasa dikenal dengan 'global pop culture' yaitu budaya tren dalam suatu wilayah atau region yang kemudian dipopulerkan hingga ke taraf dunia atau ruang lingkup global.
'Budaya' dalam bahasa Inggris disebut Culture, yang artinya adalah: "Setiap seni dan manifestasi-manifestasi atas kemampuan intelektual manusia secara kolektif. Termasuk didalamnya adat istiadat, ideologi, dan tindak-tanduk sosial dari sekelompok masyarakat tertentu".(9) Sedikit berbeda dengan definisi yang ditulis oleh T.S.Eliot di pendahuluan bukunya 'Notes towards the Definition of Culture', mengenai keterkaitan budaya dan agama, ia mengatakan bahwa Budaya akan muncul sebagai produk dari Agama atau Agama adalah produk dari suatu budaya. Menurutnya, syarat-syarat munculnya Budaya adalah sebagai berikut: yang pertama yaitu 'organik' (tidak direncanakan tetapi tumbuh secara berkesinambungan) dan kemudian melahirkan sebuah tatanan yang dikenal dengan 'Strata Sosial'. Yang kedua yaitu sangat penting bagi suatu budaya untuk dapat diselidiki atau dipelajari, memiliki letak geografis tertentu dan memungkinkan terbagi kedalam budaya-budaya lokal. masalah yang akan muncul kemudian adalah problem 'Regionalisme'. Yang ketiga yaitu keseimbangan kesatuan dan perbedaan dalam Agama, yang mana hal tersebut merupakan universalitas doktrin dengan ritual dan kebaktian keagamaan tertentu.(10)
Sedangkan Budaya dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Buddhayah, bentuk plural dari kata Buddhi (budi atau akal) yang maksudnya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan budi dan akal manusia. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayan merupakan sarana hasil karya, rasa dan cipta suatu masyarakat. Dapat kita simpulkan bahwa budaya itu bersifat abstrak, karena ia adalah sistem pengetahuan yang didalamnya terdapat ide dan gagasan-gagasan pikiran manusia. Akan tetapi bentuk perwujudannya adalah berupa ‘benda-benda’ yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk berbudaya, seperti etika masyarakat dan hasil karya (artefak) yang berbentuk materi dan nyata.(11)
Perihal perubahan dan perkembangan sosial budaya, hal itu sangat mungkin terjadi apabila kebudayaan dalam masyarakat tertentu melakukan kontak dengan kebudayaan asing. Seperti halnya yang terjadi pada sejarah peradaban manusia semenjak peradaban Mesir kuno yang diakui sebagai peradaban tertua di muka bumi ini. Bahwa ia mempunyai pengaruh kuat terhadap peradaban-peradaban belahan lain di dunia seperti Babilonia, Persia, India, Cina dan Yunani (Barat). Pengaruh itu terjadi karena adanya gesekan-gesekan peradaban dan budaya antara masyarakat yang berbeda sehingga secara berangsur-angsur akan menghasilkan perubahan dan perkembangan pada komunitas tersebut(12) Sedangkan perubahan sosial merupakan sebuah gejala berubahnya struktur sosial dalam masyarakat yang terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat manusia itu sendiri yang ingin selalu berubah. Menurut Hirschman, kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan itu sendiri.(13)
Ilmuwan modern juga berbeda pendapat tentang isu-isu perubahan sosial. ada kelompok yang mengacu kepada informasi perubahan sosial dengan memadukan aspek penting terhadap kehidupan sosial. Bahwa setiap masyarakat dan budaya akan melakukan perubahan secara terus menerus, cepat atau lambat. Kelompok ini dipimpin oleh Welbert Mure, yang mengatakan persamaan fenomena perubahan, universalitas dan komunisme. Kelompok lainnya adalah kelompok yang menitik-beratkan pada interpretasi perubahan sosial, dimana muncul ilmuwan-ilmuwan sosial yang ‘diskriminatif’ dalam melihat perubahan sosial dan perubahan peradaban atau kebudayaan, mereka mengatakan bahwa perubahan sosial merupakan hal yang utama karena ia merupakan perubahan yang membangun masyarakat bersosial.(14) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial adalah: tekanan kerja dalam masyarakat, efektifitas komunikasi dan perubahan lingkungan (alam). Begitu juga perubahan budaya dapat timbul dengan adanya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru dan interaksi dengan kebudayaan lain.(15) Namun faktor-faktor tersebut tampak sedikit 'memaksa' dan sempit, dikarenakan banyaknya faktor lain yang memungkinkan terjadinya perubahan sosial dan budaya, seperti ideologi, kepentingan Agama, individu, politik dll.

Pengaruh Globalisasi Terhadap Sosial Budaya

Arus globalisasi begitu cepat masuk ke masyarakat luas, tepatnya pada negara-negara berkembang. Karena beberapa faktor yang mempermudah jalannya proses tersebut. Diantaranya adalah teknologi dan media informasi yang berkembang pesat hampir di seluruh lapisan masyarakat, sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas, ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi skala dunia.(16)
Bentuk yang ditawarkan dan disuguhkan oleh globalisasipun bermacam-macam, mulai dari Ideologi, segala kepentingan yang berhubungan dengan Politik, Ekonomi (ekspor-impor, penyebaran produk-produk global, dll), hiburan (film, musik), seks bebas, nilai-nilai, gaya hidup dst.(17) Sebagai contoh yang diungkapkan George Ritzer dalam bukunya The McDonaldization of Society, bahwa McDonald atau jenis fast-food lainnya yang di usung oleh Amerika telah menjadi fenomena global (global phenomenon); karena bukan hanya berpengaruh terhadap bisnis restoran, tapi juga melebar kepada unsur-unsur pendidikan, kerja, travel, aktivitas luang, politik, keluarga dan beberapa sektor lainnya. Begitu juga dengan produk-produk semisal seperti Pizza Hut, KFC, B&Bs dll yang menyebar luas ke penjuru dunia, yang bisa dengan mudah ditemukan hampir di setiap negara.(18) Bagaimanapun masyarakat yang ada sekarang lebih cinta untuk memilih budaya dan suguhan hidangan global dibanding menerima dan menghidupkan tradisi serta budaya warisan nenek moyang mereka. Akhirnya globalisasi telah meminimalisir perlindungan terhadap budaya lokal melalui proses liberalisasi pasar dan perdagangan luas di banyak negara berkembang. Suatu hal yang sulit dihindari karena merebaknya media-media dan prasarana lainnya berupa film, sastra, siaran satelit internet, koran, majalah yang telah mencemari budaya lokal.(19)
Penyebarluasan globalisasi budaya Barat merupakan suatu produk homogen yang mempunyai karakter 'materialistik', yang berdampak kepada pergolakan dan konflik sosial di masyarakat non-Barat, yang mana mereka memiliki warisan budaya dan kehidupan relijius yang jelas berbeda dengan masyarakat Barat sebagai pengusung globalisasi dan kapitalisme.(20) Karena globalisasi-kapitalisme mengisyaratkan sebuah perubahan atau dengan kata lain merupakan rekonstruksi bentuk-bentuk masyarakat yang berlaku berupa tatanan etika dan selebihnya, yang mana perubahan tersebut acapkali membangkitkan konflik sosial yang hebat. Biasanya perubahan ini terjadi pada wilayah perkotaan (urbanized area) dimana proses modifikasi baru saja ditembus, seperti yang banyak terjadi di negara-negara ketiga.(21)
Adapun pengaruh globalisasi terhadap sosial budaya meliputi dua sisi, yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Salah satu yang menjadi pelajaran positif untuk kehidupan sosial adalah masyarakat suatu bangsa dapat meniru pola berfikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi, disiplin dan ilmu pengetahuan dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan masyarakat setempat sehingga bisa menegakkan agama dan membangun bangsanya untuk lebih maju. Sedangkan dampak negatif globalisasi terhadap masyarakat -khususnya anak muda-, banyak dari mereka yang melupakan identitas diri sebagai anak bangsa, karena gaya hidup mereka cenderung imitatif terhadap budaya Barat. Mulai dari pakaian, potongan dan warna rambut, pilihan hiburan dst. Pengaruh negatif kedua yaitu adanya kesenjangan sosial yang tajam antara warga kelas atas dan bawah, kaya-miskin, disebabkan adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Yang ketiga adalah munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidak pedulian antar individu dalam masyarakat. Dengan demikian masyarakat tidak akan peduli atas bangsa dan budayanya.(22)
Ekonomi mempunyai pengaruh kuat terhadap masyarakat, seperti yang pernah dikatakan oleh Karl Marx, bahwa ternyata aspek ekonomi seseorang mampu menentukan kesadaran sosial masyarakat; seperti cara seseorang bersikap, berperilaku hingga keberagamaan suatu masyarakat.(23) Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa dengan merebaknya globalisasi ekonomi pada suatu bangsa, maka kehidupan sosial juga akan berubah sesuai dengan potensi yang disebarluaskan oleh globalisasi tersebut.

Penutup

Global pop culture atau globalisasi budaya bukanlah tren baru, ia muncul bersama dengan lahirnya globalisasi itu sendiri, baik dalam politik, ekonomi dll. Karena aspek-aspek tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan tatanan masyarakat dan budaya suatu negara. Singkat kata dapat kita simpulkan beberapa hal yang menjadi karakteristik globalisasi sosial dan globalisasi budaya, yaitu: (i) secara sosial; konsep berpakaian, tata bicara, sistem kekerabatan dan stratifikasi sosial juga berubah dan bergeser ke arah yang lebih modern dibanding generasi sebelumnya. Konsep sosial yang ada dalam masyarakat juga berubah, terutama masalah tranportasi, komunikasi dan arus informasi. (ii) Dalam arena budaya, proses globalisasi mencerminkan diri pada struktur sosial yang berkaitan dengan kepercayaan, nilai, simbol dan fakta. Meninggalkan dogma-dogma kuno seperti mitos dll, yang digantikan dengan sebuah doktrin baru yang bersifat majemuk (plural) yaitu mencari kebenaran dengan metode analisis-kritis. Dengan kata lain, dalam globalisasi sosial budaya orang lebih suka untuk menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya.(24) Hal ini dikarenakan adanya bentuk neo-liberal globalisasi dalam perwujudan universalisasi terhadap syle bentuk budaya tertentu, yang mana cenderung untuk memperoleh hirarki sosial dan homogenisasi budaya yang sangat besar dalam skala dunia.(25)
Oleh sebab itu, Budaya dan adat istiadat merupakan ciri dan faktor penting yang dimiliki oleh suatu bangsa, jadi negaralah yang memiliki peran penting untuk melindungi nilai-nilai asli milik masyarakatnya berupa warisan nenek moyang; norma, etika, budi pekerti masyarakat yang harus selalu dijunjung tinggi. Karena hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab pemerintah, seperti memilah dan memilih situs-situs apa saja yang layak untuk disuguhkan kepada anak bangsanya, mengalokasikan dana besar untuk mengadakan festival-festival budaya guna memasyarakatkan kekayaan budaya bangsa dan mempromosikan industri wisata mereka, dll. (26)
Secara garis besar dapat kita fahami bahwa globalisasi yang menghadirkan budaya Barat kepada negara-negara non-Barat semata-mata hanyalah bentuk baru kolonialisme atau imperialisme Barat terhadap negara ‘jajahannya’, bedanya kalau zaman dulu penjajahan adalah ekspansi kekuasaan dengan kekuatan tangan, tapi sekarang penjajahan tersebut menggunakan soft power. Seakan memberikan obat mujarab kepada negara-negara yang baru saja berkembang berupa opium, maka pasien akan merasakan kenikmatan dalam tiap tegukan, tapi apa yang terjadi tidaklah seperti dirasa dan diharapkan, pasien pun akan mati 'cepat atau lambat' tergantung pada seberapa banyak dan besar pengaruh opium tersebut. Tapi perlu di ingat bahwa tidak semua dokter jahat dan tidak semua obat beracun, tergantung pada ikhtiar pasien dalam menentukan kemana dan bagaimana ia harus berobat.
Dalam menghadapi fenomena globalisasi, sebagai warga negara yang 'berbudaya' dan 'memiliki budaya' ada dua hal yang seyogyanya dimiliki oleh masyarakat, yaitu: mengokohkan identitas diri dan reaksi timbal balik, maksudnya adalah suatu negara tetap membentengi diri dari segala pengaruh globalisasi dengan tidak menutup semua pintu tapi menyaring dan memfilter, sehingga akan muncul timbal-balik yang fair dan equitable. Karena globalisasi merupakan sarana terbaik untuk memperkenalkan budaya bangsa kita, sehingga kita bukan hanya menjadi masyarakat yang sekedar menjadi konsumen budaya-budaya seberang, tapi juga mampu menghadirkan dan menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai luhur kita kepada bangsa lain. Wallahu wa rasuluhu a’lam

End Note:
1. Fukuda, Sakiko-Parr, New Threaths to Human Security in the Era of Globalization dalam Human Inscecurity in a Global World, Lincoln-Chen, Sakiko Fukuda-Parr, Ellen Seidensticker (editor), Harvard University Press, Cambridge, 2005, hal: 1
2. Featherstone, Mike, Islam Encountering Globalization: An Introduction dalam Islam Encountering Globalization, Ali Mohammadi (editor), Routledge Curzon Taylor & FrancisGroup. New York, 2002. hal: 1
3. As-Suyuti, Khalid Abdul Halim, Al-Hiwaar Baina al-Diyaanaat al-Tsalaats fi 'Asri al-'Aulamah dalam Annual Journal of International Islamic University, Islamabad-Pakistan, 2002. Vol: 10, hal: 230
4. Concise Oxford English Dictionary, Edisi 11.
5. Featherstone, Mike, Op. Cit., hal: 1
6. Fukuda, Sakiko-Parr, Op. Cit., hal: 1-4
7. As-Suyuti, Khalid Abdul Halim, Op. Cit., hal: 230
8. Featherstone, Mike, Op. Cit., hal: 2
9. Concise Oxford English Dictionary, Edisi ke-11
10. Eliot,T.S., Notes towards the Definition of Culture, Faber and Faber, London, 1962. Hal: 15
11. http://id.wikipedia.org/wiki/kebudayaan
12. Ismail, Mansyawi Abdul Rahman, Fi Taarikh al-Fikri al-Falsafi, Daar al-Tsaqofah al-'Arabiyah, 1999. hal:87-106
13. http://id.wikipedia.org/wiki/kebudayaan
14. Al-za'ir, Said Ibn Mubarok, Al-Tilfiziyun wa al-Taghayyur al-Ijtima'I fi al-Duwal al-Namiyah, Daar al-Syuruq, Jeddah. Hal: 32
15. http://id.wikipedia.org/wiki/kebudayaan
16. http://www.wikimu.com/news/Opini.aspx
17. Al-Roubaie, Amer, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam, dalam Majalah Islamia, Edisi IV, 2005. hal:13-14
18. Ritzer, George, The McDonaldization of Society, Pine Forge Press, California, 1993. Hal: 1-2
19. Al-Roubaie, Amer, Op. Cit., hal: 15
20. Ibid, hal: 13
21. Gill, Stephen, Global Structural Change and Multilateralism dalam Globalization, Democratization and Multilateralism, Stephen Gill (editor), United Nations University Press, Japan, 1997. Hal: 4
22. http://www.wikimu.com/n ews/Opini.aspx
23. Russel, Bertrand, History of Western Philosophy, Routledge, London, 1996, hal: 251-255
24. http://www.wikimu.com/news/Opini.aspx
25. Gill, Stephen, Op. Cit., Hal: 5
26. Al-Roubaie, Amer, Op. Cit., hal: 16-17


Referensi:
Al-Za'ir, Said Ibn Mubarok, Al-Tilfiziyun wa al-Taghayyur al-Ijtima'I fi al-Duwal al-Namiyah. Daar al-Syuruq, Jedah, tanpa tahun
Al-Roubaie, Amer, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam (Majalah Islamia). Edisi IV,
2005
As-Suyuti, Khalid Abdul Halim. Al-Hiwaar Baina al-Diyaanaat al-Tsalaats fi 'Asri al
'Aulamah (dalam Annual Journal of International Islamic University), Islamabad-Pakistan,
2002. Vol: 10
Concise Oxford English Dictionary, Edisi ke-11
Eliot,T.S., Notes towards the Definition of Culture. Faber and Faber, London, 1962
Fukuda, Sakiko-Parr, New Threaths to Human Security in the Era of Globalization (in Human Inscecurity dalam a Global World edited by Lincoln-Chen, Sakiko Fukuda-Parr, Ellen Seidensticker). Harvard University Press, Cambridge, 2005
Featherstone, Mike, Islam Encountering Globalization An Introduction (dalam Islam Encountering Globalization edited by Ali Mohammadi). RoutledgeCurzon Taylor & FrancisGroup. New York, 2002
Gill, Stephen, Global Structural Change and Multilateralism (dalam Globalization, Democratization and Multilateralism edited by Stephen Gill). United Nations University Press, Japan, 1997
Ismail, Mansyawi Abdul Rahman, Fi Taarikh al-Fikri al-Falsafi, Daar al-Tsaqofah al-'Arabiyah, 1999
Ritzer, George, The McDonaldization of Society, Pine Forge Press, California, 1993
Russel, Bertrand, History of Western Philosophy, Routledge, London, 1996
http://id.wikipedia.org/wiki/kebudayaan
http://www.wikimu.com/news/Opini.aspx




No comments: