Identitas suatu peradaban dengan menggunakan tolok ukur weltanschauung (worldview, red) akan dapat dengan mudah diketahui. Dan dengan itu pula akan dapat diketahui bahwa antara Islam dan Barat telah dan tengah terjadi ghazwul-fikr atau perang pemikiran. Perbedaan tersebut bukanlah masalah kecil yang dapat dinafikan begitu saja. Keengganan untuk membedakan antara perbedaan Barat dan Islam oleh kalangan liberal, karena khawatir dituduh anti-barat, merupakan sikap yang cenderung menafikan indentitas peradaban Islam sendiri atau bahkan kehilangan identitas (lost of identity). Didalam masyarakat barat sendiri anggapan bahwa Islam dan ummat Islam adalah agama dan komunitas asing yang perlu diwaspadai adalah hal yang lumrah. Bahkan sikap islamophobia, baik terang-terangan seperti pelarangan jilbab di Barat ataupun yang tersembunyi dalam tulisan-tulisan jurnalis dan orientalis merupkan manifestasi dan peneguhan eksklusifitas peradaban itu sendiri. Buku orientalism karangan Edward W. Said mengupas dengan cerdas tentang hal ini.
Barat sendiri merupakan peradaban yang tumbuh dan berkembang dari kombinasi beberapa unsur yaitu filsafat, nilai-nilai kuno Yunani dan Romawi, agama Yahudi dan Kristen yang kemudian dimodifikasi sedemikian rupa oleh bangsa Eropa. Sedangkan Islam adalah peradaban yang lahir dan tumbuh berdasarkan pada wahyu, yang didalamnya terkandung nilai-nilai dan konsep-konsep penting yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan perdamaian.
Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi menegaskan bahwa identitas Barat dapat dilihat dari dua periode penting didalamnya, yaitu modernisme dan post-modernisme. Ringkasnya, masih menurut beliau, modernisme adalah paham yang muncul menjelang kebangkitan masyarakat Barat dari abad kegelapan kepada abad pencerahan, abad industri dan abad pengetahuan. Zaman itupun disebut dengan zaman modern. Ciri-ciri zaman modern adalah berkembangnya hidup saintifik yang diwarnai oleh beragam paham, sekulerisme, rasionalisme, empirisisme, desakralisasi, pragmatisme dan penafian kebenaran metafisis (baca: Agama). Sedangkan post-modernisme, tambahnya lagi, adalah gerakan pemikiran yang lahir sebagai protes terhadap modernisme ataupun sebagai kelanjutannya. Sebab postmodernisme sedikit banyak masih berpijak pada modernisme yang didomisnasi oleh paham atau pemikiran liberalisme, pluralisme, nihilisme, relativisme, equality, dan umumnya anti-worldview. John lock, salah seorang filosof Barat modern menegaskan bahwa liberalisme, rasionalisme dan pluralisme adalah inti dari modernisme. Demikianlah gambaran elemen-elemen penting peradaban barat menurut Dr. Hamid.
Yang disayangkan kemudian, banyak dari cendekiawan muslim khususnya kalangan yang berfikir sekuler-liberal mengatakan bahwasanya membedakan Islam dan Barat adalah tidak perlu, wasting time. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemahaman tentang Barat yang keliru, atau sikap yang apresiatif berlebihan terhadap barat sehingga akhirnya menjadi fanatik buta terhadap Barat. Sebagai seorang yang berpegang teguh pada metode ilmiah, seharusnya mereka memahami Barat secara cermat, teliti dan ilmiah, yang nantinya akan membawa mereka kepada sebuah kesimpulan bahwa ada perbedaan yang tajam antara Barat dan Islam. Tetapi sayang, kebanyakan pemikir muslim “sungkan” untuk membedakan antara peradaban Barat dan Islam, entah karena khawatir dituduh anti-barat atau takut dicap sebagai “teroris-fundamentalis” oleh barat........
Francis Fukuyama dalam The End of History, and the Last man nya menyatakan adanya perbedaan Islam dan Barat, meskipun dia mensejajarkan Islam dengan ideologi Liberalisme dan Komunisme, namun menurutnya Islam memiliki nilai moralitas dan doktrin-doktrin politik, sosial dan keadilan yang independent. Ajaran Islam yang universal rahmatan lil’alamin merupakan tantangan bagi praktek-praktek liberal. Tapi fakta menyatakan bahwa kondisi Islam kini terbalik. Inti dari ulasannya adalah bahwa Fukuyama meletakkan Islam, liberalisme dan komunisme sebagai ideologi dan pemikiran yang memiliki doktrin masing-masing, menurutnya perbedaan mendasar antara Islam dan Barat adalah perbedaan ideologis.
Lain halnya dengan Huntington, dia menolak thesis Fukuyama yang melihat ideologi sebagai perbedaan Islam-Barat, dan mengatakan kultur atau peradabanlah yang membedakannya. Huntington kemudian menjelaskan apa yang ia sebut dengan paradigma peradaban, yaitu komponen atau asas peradaban yang membedakan antara satu peradaban dengan yang lainnya.
Pernyataan Fukuyama dan Huntington diatas hanyalah sedikit contoh dari gambaran tentang perbedaan Barat dan Islam menurut kacamata Barat itu sendiri. Sudah barang tentu dibelakang setiap pernyataan tersebut ada cara pandang tersendiri. Yang jelas itu adalah merupakan bukti adanya perang pemikiran. Sesungguhnya kalau kita melihat dengan cermat dan jeli, pernyataan Fukuyama dan Huntington diatas telah membuka tabir identitas Barat sendiri.
Akhirnya, memahami Barat dalam perspektif Islam adalah sangat adil dalam situasi ghazwul-fikr dewasa ini. Ini sama dengan kondisi masyarakat Barat yang memahami Islam dalam perspektif mereka sendiri (barat, red). Maka dari itu sudah seharusnya kita berlaku dan bersikap adil dan harus meletakkan keduanya dalam status yang sama –Islam sebagai peradaban dan Barat sebagai peradaban-. Kemudian perlu digali elemen-elemen yang menjadi asas worldview dari masing-masing pihak dan kemudian menganalisa apakah paham-paham yang berakar dari worldview Barat itu layak diterima oleh worldview Islam atau tidak. Jadi tidak akan terjadi fanatisme buta yang merupakan “musuh” dari metode ilmiah yang sering digembar gemborkan oleh Barat sendiri. Allahumma arina al haqqa haqqa warzuqna ittiba’ah (albi)
Saturday, 5 May 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment