Wednesday 13 June 2007

Post-modernisme dan Agama

Post-modernisme, istilah ini ternyata masih merupakan istilah yang kontroversial, konon faham ini berawal dari aktivitas seni. Sebuah tonggak sejarah barat ini merupakan proses perubahan dan reformasi panjang, yang benihnya sudah mulai tampak pada era modern. dua penggal sejarah Barat ini (modernism dan post-modernism) tampaknya telah banyak mempengaruhi berbagai macam kalangan dari sosiolog, filosof maupun pemikir keagamaan (teolog). Akbar S Ahmed, Ernest Gellner, David Griffin dan Huston Smith dengan karya-karya mereka (untuk lebih jelasnya baca buku2 karya mereka, semuanya ada di central library) bisa diambil sebagai contoh dari mereka yang membahas masalah ini.
Berdasar dari asumsi diatas, kita mencoba mengelaborasi pemikiran utama yang berkembang di Barat, khususnya tentang agama, dengan adanya perubahan-perubahan pemikiran keagamaan dari pra-modern ke modern kemudian yang terakhir post-modern. bisa disimpulkan, ada peralihan pendekatan pemikiran keagamaan yang bersifat teistik kepada pendekatan sekuler ateistik, termasuk didalamnya perubahan konsep Tuhan. (untuk lebih lanjut baca konsep Tuhan yang disodorkan “bapak post-modernisme” Nietzche dan Heidegger melalui wacana filsafat mereka)
Ditinjau dari model2 pemikirannya, post-modernisme ditandai dengan munculnya eksistensialisme (al wujudiyyah) dan filsafat analitik (falsafah tahliliyah). Dengan didasari model pemikiran ini, post-modernisme melakukan penghapusan terhadap metafisika obyektif, bahkan lebih ekstrim dari itu ia mengesampingkan doktrin keagamaan yang bedasarkan pada metafisika. Akhirnya seperti halnya modernisme, post-modernisme dihadapkan secara vis a vis dengan agama dalm bentuk antagonistis, berlawanan dan bahkan pertarungan. Akal dalam pikiran post-modernisme dimaknai tanpa tujuan moril-spirituil, serta hilangnya kebenaran mutlak (baca: kebenaran Tuhan)
Pertanyaanya sekarang, apa hal tersebut diatas yang akan diterapkan oleh “pemikir Muslim” kita di Indonesia? Perlu diingat, para pemikir Barat sudah banyak mengkritik faham diatas, dan memperingatkan Barat akan malapetaka besar apabila faham tersebut masih dianut.
Diakhir tulisan “mentah” yang belum selesai ini, saya kutip pendapat David Harvey dalam bukunya the condition of postmodernity yang saya dapat dipajangan buku-buku new arrival diperpus beberapa waktu lalu “the postmodern theological project is to reaffirm God’s truth without abandoning the powers of reason.”(hal. 41) yang artinya kurang lebih sebagai berikut, proyek teologis post-modernisme adalah menegakkan kembali kebenaran Tuhan tanpa meninggalkan kekuatan akal (mohon koreksinya kalau kurang pas) jadi, kesimpulan teoritis yang bisa diambil, agar bisa terhindar dari malapetaka, rekonsiliasi antar teori kebenaran para teolog dan para filsuf adalah tugas yang perlu dikerjakan. Allahumma arina al haqqa haqqan. H I/141, 01:00 AM 020607.

No comments: