Wednesday 13 June 2007

Wanita di Pakistan

Tahun lalu, menurut laporan yang dikutip dari para komandan taliban, 61 guru wanita terbunuh dan 183 sekolah untuk wanita telah berhasil dibom. Pria tak perlu kuatir! Itu hanya untuk wanita. Khusus buat para “makhluk lemah”, untuk kaum “setengah adam”. Dan yang lebih penting semuanya itu dilakukan utuk membuat mereka terkucilkan. (apakah wanita memang tercipta dengan mental yang tak sempurna?)
Bulan februari lalu, ratusan kilometer jauhnya dari Islamabad. Tepatnya di Kohat, sekolah wanita milik pemerintah dibom. Pada tanggal 4 dibulan yang sama sebuah pamlet terpampang disebuah sekolah wanita “kita telah memutuskan untuk menghancurkan gedung sekolah. “Apabila ada siswi yang datang kesekolah dan meninggal adalah merupakan tanggungjawab mereka!”. Dari 500 siswi yang belajar disitu 300 diantaranya langsung menyatakan keluar. Pada tanggal 23 februari, mereka berencana untuk menutup Peshawar Grammar School, City School, Frontier Education Foundation, Bloomfield School dan Beacon House School, seluruh English medium co-educational school. Pada 24 Februari, mereka mengancam sekolah wanita di Mardan.
Pada bulan maret, mereka sampai ke Islamabad. Aksi “jihad” mereka mulai dengan membakar kios-kios video dan menyebar pamlet di sekolah2 wanita “pakailah hijab atau kalian kami bom!!!” fatwa-fatwa bertebaran menentang dan melarang guru dan menteri perempuan. Sopir-sopir kendaraan pengantar siswi ke sekolah diancam. Dan akhirnya dari rangkaian aksi tersebut mereka mendeklarasikan “penerapan hukum Islam”. (inikah hukum Islam?)
Wanita harus menutup dirinya dari ujung rambut keujung kaki. Tidak boleh bekerja diluar rumah. Tidak boleh diobati oleh dokter pria. Mereka tidak boleh keluar tanpa didampingi muhrim prianya. Tidak boleh keluar tanpa izin suami. Tidak boleh berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik. Tidak boleh menyetir mobil. Tidak boleh diberi pendidikan sebelum berumur 8 tahun. Dan wanita harus selalu menjadi “minoritas abadi” didunia ini, demikian beberapa fatwa yang mereka gaungkan. (inikah Islam yang universal itu?)
Konsekwensinya, wanita tidak mempunyai “kemerdekaan identitas” dalam hak milik, kasarnya, mereka bagaikan “peliharaan kaum pria” karena prialah yang memiliki wanita; mengontrol, memiliki, kadang2 memukulinya, dan mengucilkan dan menelantarkannya “ketika tidak dihajatkan” dan mengambilnya “disaat perlu”. Wanita, sang “penggoda” ini harus dicambuk dan didera apabila melanggar hukum. (sekali lagi....inikah Islam yang rahmatan lil’alamin itu?)
Pria di Pakistan tak perlu kuatir......
Namun cepat atau lambat para ibu yang “dungu” tersebut akan melahirkan anak2 (laki2 maupun perempuan) yang “dungu” pula....dan itu tidak lepas karena kedunguan para pria dalam memperlakukan wanita. Seorang pengamat politik Pakistan pernah berkata: “kalau hal ini diteruskan, di pakistan pada tahun 2025 akan berjubel 230 juta penduduk dungu” (tapi ingat siapa yang menyebabkan kedunguan tersebut!) memang para tentara militer Pakistan tak perlu kuatir lagi. Lagi pula mana ada seorang jendral yang memakai burqa? Tapi......
Nah...sekarang apa kita sebagai warga Indonesia ingin seperti ini? janganlah Islam ditafsirkan secara membabi buta, justru citra Islam akan rusak dengan hal “dungu” seperti itu. Marilah kita berkaca dari Pakistan. lalu?
Mashaibu qoumin ‘inda qoumin fawaid

No comments: