Hari ini secara tidak sengaja saya membaca berita diinternet yang membuat hati tertegun...................
Sebuah program anak-anak disebuah station TV milik Hizbullah : seorang anak gadis berumur 10 tahun, anak dari pelaku bom bunuh diri berkata: “aku selalu berdo’a memohon agar ayahku mati dalam keadaan syahid. Aku sangat gembira, Tuhan telah mengabulkan doaku” (http://www.manartv.com.lb/).
Agence France-Presse (AFP). Seorang ibu dari anak yang mati dalam aksi bom bunuh diri: “Saya sangat bahagia anak saya telah syahid. Saya telah mengucapkan selamat tinggal kepadanya sebelum dia pergi untuk misi suci dan saya berdoa semoga dia sukses dalam melaksanakan misinya. Saya bersyukur kepada Tuhan atas terkabulnya doa-doa saya” (http://www.afp.com/english/home/).
Naluri kemanusiaan saya tiba-tiba menyeruak dengan berbagai pertanyaan: apakah “manusiawi” bila seorang gadis kecil dengan suka ria merayakan kematian ayahnya? “Manusiawikah” apabila seorang ibu kegirangan atas hilangnya sang anak, buah hatinya? Mungkin hanya dalam masyarakat yang “mengagungkan” kematian (dan bukan kehidupan), hanya apabila seseorang sudah dibentuk dalam “budaya kematian”, hanya ada dimana logika yang sudah “babak belur” dihajar oleh klaim kebenaran mutlak..........semua itu bisa dibilang “manusiawi”.
Sama sekali tidak ada maksud untuk melangkahi “nalar agama”, hanya ingin menanyaKEN......NAPA??? bukankah kita diajarkan untuk selalu bertanya tentang “fenomena” yang ada? Untuk menuju hidup yang lebih sejahtera? Kita semua tahu betapa berlimpahnya ayat alqur’an yang menganjurkan untuk itu.
Wednesday, 13 June 2007
Mandella, Musharraf dan George Washington
Nelson Mandella memimpin Afrika Selatan selama lima tahun. Mandella tahu kalau dia bisa dengan mudah memimpin Afsel untuk sepuluh tahun kedepan, tapi Mandella memilih untuk keluar dari semua jebakan “kekuasaan” tersebut. Demikianlah sifat yang luhur dan murah hati dari seorang Mandella. Dengan itu dia bisa hidup “tenang” selamanya.
Jendral George Washington bukanlah anggota dari partai politik tertentu di Amerika. Demikian juga jendral Pervez Musharraf. Wahington memimpin selama delapan tahun. Demikian pula Musharraf. Sebenarnya Washington bisa dengan mudah memimpin kembali Amerika untuk masa empat tahun mendatang tapi Wahington memilih untuk keluar dari segala jebakan “kekuasaan”. Washington akhirnya meninggal dengan “tenang”, namanya semakin harum ditaburi oleh wanginya bunga sejarah Amerika.
Peninggalan musharraf berupa kemakmuran telah diterima warganya. Sekarang sudah banyak orang pakistan yang memiliki rumah sendiri dibanding sebelumnya. Peningkatan ekonomi melonjak tinggi (menurut penelitian, pakistan menempati tingkat kedua dalam peningkatan laju ekonomi setelah Cina). Pakistan telah membangun banyak pabrik dan perusahaan diatas jumlah rata-rata zaman sebelumnya.
Peninggalan Musharraf juga terasa dalam hal pendidikan. Dana untuk sektor universitas (pendidikan) naik dari Rs 3.8 milyar di tahun 2001-02 menjadi Rs 14.3 milyar di tahun 2004-2005. Demikian juga dalam hal emansipasi wanita. Hudood Ordinance dan meningkatnya bermacam partisipasi perempuan dalam proses politik merupakan bukti riil dari keseriusan Musharraf.
Warisan Musharraf juga terlihat dalam bidang media. Geo, Aaj, ARY, Indus Vision, Prime, Musik, Hum, Masala, Fashion TV, QTV kemudian City FM89, FM101, FM100 Islamabad dan masih banyak yang lainnya muncul selama Musharraf berkuasa. Pemilik internet naik dari 4000 menjadi 73.000 dalam masa kepemimpinan Musharraf (meskipun tidak sepenuhnya merupakan unsur dari kebijakan Musharraf, namun tidak bisa terlepas dari unsur tersebut)
Pada tanggal 17 mei yang lalu, pemerintah Amerika mengatakan bahwa Musharraf belum sampai pada batas akhirnya “end of his line”. Pendapat itu tidak sepenuhnya salah, namun batas tersebut harus ditembus dengan demokrasi atau represi (tidak ada pilihan ketiga). Demokrasi merupakan kompromi dan power sharing dalam pemerintahan. Sedang maksud dari represi (penekanan) adalah solusi militer, penanganan diluar batas kewajaran yang kemudian menimbulkan bergai macam konfrontasi, black law, dan kerusuhan. Opsi yang kedua ini yang ternyata menjadi pilihan Musharraf. Yang akhirnya akan mengikis satu persatu peninggalannya yang telah dibangun dengan susah payah selama delapan tahun terakhir.
Pada tanggal 11 agustus nanti Musharraf akan memasuki umur yang ke 64 (rata2 umur pria pakistan adalah 62.73 tahun). Pertanyaanya sekarang, akankah ada “masa Nelson Mandella” dalam kehidupan Musharraf? Atau George Washington dalam hidup Musharraf? Hanya Musharraf dan Tuhannya yang tahu, yang kita tahu hanyalah hanya orang yang “beruntung” dan bijak saja yang bisa hidup untuk “selamanya”
Jendral George Washington bukanlah anggota dari partai politik tertentu di Amerika. Demikian juga jendral Pervez Musharraf. Wahington memimpin selama delapan tahun. Demikian pula Musharraf. Sebenarnya Washington bisa dengan mudah memimpin kembali Amerika untuk masa empat tahun mendatang tapi Wahington memilih untuk keluar dari segala jebakan “kekuasaan”. Washington akhirnya meninggal dengan “tenang”, namanya semakin harum ditaburi oleh wanginya bunga sejarah Amerika.
Peninggalan musharraf berupa kemakmuran telah diterima warganya. Sekarang sudah banyak orang pakistan yang memiliki rumah sendiri dibanding sebelumnya. Peningkatan ekonomi melonjak tinggi (menurut penelitian, pakistan menempati tingkat kedua dalam peningkatan laju ekonomi setelah Cina). Pakistan telah membangun banyak pabrik dan perusahaan diatas jumlah rata-rata zaman sebelumnya.
Peninggalan Musharraf juga terasa dalam hal pendidikan. Dana untuk sektor universitas (pendidikan) naik dari Rs 3.8 milyar di tahun 2001-02 menjadi Rs 14.3 milyar di tahun 2004-2005. Demikian juga dalam hal emansipasi wanita. Hudood Ordinance dan meningkatnya bermacam partisipasi perempuan dalam proses politik merupakan bukti riil dari keseriusan Musharraf.
Warisan Musharraf juga terlihat dalam bidang media. Geo, Aaj, ARY, Indus Vision, Prime, Musik, Hum, Masala, Fashion TV, QTV kemudian City FM89, FM101, FM100 Islamabad dan masih banyak yang lainnya muncul selama Musharraf berkuasa. Pemilik internet naik dari 4000 menjadi 73.000 dalam masa kepemimpinan Musharraf (meskipun tidak sepenuhnya merupakan unsur dari kebijakan Musharraf, namun tidak bisa terlepas dari unsur tersebut)
Pada tanggal 17 mei yang lalu, pemerintah Amerika mengatakan bahwa Musharraf belum sampai pada batas akhirnya “end of his line”. Pendapat itu tidak sepenuhnya salah, namun batas tersebut harus ditembus dengan demokrasi atau represi (tidak ada pilihan ketiga). Demokrasi merupakan kompromi dan power sharing dalam pemerintahan. Sedang maksud dari represi (penekanan) adalah solusi militer, penanganan diluar batas kewajaran yang kemudian menimbulkan bergai macam konfrontasi, black law, dan kerusuhan. Opsi yang kedua ini yang ternyata menjadi pilihan Musharraf. Yang akhirnya akan mengikis satu persatu peninggalannya yang telah dibangun dengan susah payah selama delapan tahun terakhir.
Pada tanggal 11 agustus nanti Musharraf akan memasuki umur yang ke 64 (rata2 umur pria pakistan adalah 62.73 tahun). Pertanyaanya sekarang, akankah ada “masa Nelson Mandella” dalam kehidupan Musharraf? Atau George Washington dalam hidup Musharraf? Hanya Musharraf dan Tuhannya yang tahu, yang kita tahu hanyalah hanya orang yang “beruntung” dan bijak saja yang bisa hidup untuk “selamanya”
Wanita di Pakistan
Tahun lalu, menurut laporan yang dikutip dari para komandan taliban, 61 guru wanita terbunuh dan 183 sekolah untuk wanita telah berhasil dibom. Pria tak perlu kuatir! Itu hanya untuk wanita. Khusus buat para “makhluk lemah”, untuk kaum “setengah adam”. Dan yang lebih penting semuanya itu dilakukan utuk membuat mereka terkucilkan. (apakah wanita memang tercipta dengan mental yang tak sempurna?)
Bulan februari lalu, ratusan kilometer jauhnya dari Islamabad. Tepatnya di Kohat, sekolah wanita milik pemerintah dibom. Pada tanggal 4 dibulan yang sama sebuah pamlet terpampang disebuah sekolah wanita “kita telah memutuskan untuk menghancurkan gedung sekolah. “Apabila ada siswi yang datang kesekolah dan meninggal adalah merupakan tanggungjawab mereka!”. Dari 500 siswi yang belajar disitu 300 diantaranya langsung menyatakan keluar. Pada tanggal 23 februari, mereka berencana untuk menutup Peshawar Grammar School, City School, Frontier Education Foundation, Bloomfield School dan Beacon House School, seluruh English medium co-educational school. Pada 24 Februari, mereka mengancam sekolah wanita di Mardan.
Pada bulan maret, mereka sampai ke Islamabad. Aksi “jihad” mereka mulai dengan membakar kios-kios video dan menyebar pamlet di sekolah2 wanita “pakailah hijab atau kalian kami bom!!!” fatwa-fatwa bertebaran menentang dan melarang guru dan menteri perempuan. Sopir-sopir kendaraan pengantar siswi ke sekolah diancam. Dan akhirnya dari rangkaian aksi tersebut mereka mendeklarasikan “penerapan hukum Islam”. (inikah hukum Islam?)
Wanita harus menutup dirinya dari ujung rambut keujung kaki. Tidak boleh bekerja diluar rumah. Tidak boleh diobati oleh dokter pria. Mereka tidak boleh keluar tanpa didampingi muhrim prianya. Tidak boleh keluar tanpa izin suami. Tidak boleh berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik. Tidak boleh menyetir mobil. Tidak boleh diberi pendidikan sebelum berumur 8 tahun. Dan wanita harus selalu menjadi “minoritas abadi” didunia ini, demikian beberapa fatwa yang mereka gaungkan. (inikah Islam yang universal itu?)
Konsekwensinya, wanita tidak mempunyai “kemerdekaan identitas” dalam hak milik, kasarnya, mereka bagaikan “peliharaan kaum pria” karena prialah yang memiliki wanita; mengontrol, memiliki, kadang2 memukulinya, dan mengucilkan dan menelantarkannya “ketika tidak dihajatkan” dan mengambilnya “disaat perlu”. Wanita, sang “penggoda” ini harus dicambuk dan didera apabila melanggar hukum. (sekali lagi....inikah Islam yang rahmatan lil’alamin itu?)
Pria di Pakistan tak perlu kuatir......
Namun cepat atau lambat para ibu yang “dungu” tersebut akan melahirkan anak2 (laki2 maupun perempuan) yang “dungu” pula....dan itu tidak lepas karena kedunguan para pria dalam memperlakukan wanita. Seorang pengamat politik Pakistan pernah berkata: “kalau hal ini diteruskan, di pakistan pada tahun 2025 akan berjubel 230 juta penduduk dungu” (tapi ingat siapa yang menyebabkan kedunguan tersebut!) memang para tentara militer Pakistan tak perlu kuatir lagi. Lagi pula mana ada seorang jendral yang memakai burqa? Tapi......
Nah...sekarang apa kita sebagai warga Indonesia ingin seperti ini? janganlah Islam ditafsirkan secara membabi buta, justru citra Islam akan rusak dengan hal “dungu” seperti itu. Marilah kita berkaca dari Pakistan. lalu?
Mashaibu qoumin ‘inda qoumin fawaid
Bulan februari lalu, ratusan kilometer jauhnya dari Islamabad. Tepatnya di Kohat, sekolah wanita milik pemerintah dibom. Pada tanggal 4 dibulan yang sama sebuah pamlet terpampang disebuah sekolah wanita “kita telah memutuskan untuk menghancurkan gedung sekolah. “Apabila ada siswi yang datang kesekolah dan meninggal adalah merupakan tanggungjawab mereka!”. Dari 500 siswi yang belajar disitu 300 diantaranya langsung menyatakan keluar. Pada tanggal 23 februari, mereka berencana untuk menutup Peshawar Grammar School, City School, Frontier Education Foundation, Bloomfield School dan Beacon House School, seluruh English medium co-educational school. Pada 24 Februari, mereka mengancam sekolah wanita di Mardan.
Pada bulan maret, mereka sampai ke Islamabad. Aksi “jihad” mereka mulai dengan membakar kios-kios video dan menyebar pamlet di sekolah2 wanita “pakailah hijab atau kalian kami bom!!!” fatwa-fatwa bertebaran menentang dan melarang guru dan menteri perempuan. Sopir-sopir kendaraan pengantar siswi ke sekolah diancam. Dan akhirnya dari rangkaian aksi tersebut mereka mendeklarasikan “penerapan hukum Islam”. (inikah hukum Islam?)
Wanita harus menutup dirinya dari ujung rambut keujung kaki. Tidak boleh bekerja diluar rumah. Tidak boleh diobati oleh dokter pria. Mereka tidak boleh keluar tanpa didampingi muhrim prianya. Tidak boleh keluar tanpa izin suami. Tidak boleh berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik. Tidak boleh menyetir mobil. Tidak boleh diberi pendidikan sebelum berumur 8 tahun. Dan wanita harus selalu menjadi “minoritas abadi” didunia ini, demikian beberapa fatwa yang mereka gaungkan. (inikah Islam yang universal itu?)
Konsekwensinya, wanita tidak mempunyai “kemerdekaan identitas” dalam hak milik, kasarnya, mereka bagaikan “peliharaan kaum pria” karena prialah yang memiliki wanita; mengontrol, memiliki, kadang2 memukulinya, dan mengucilkan dan menelantarkannya “ketika tidak dihajatkan” dan mengambilnya “disaat perlu”. Wanita, sang “penggoda” ini harus dicambuk dan didera apabila melanggar hukum. (sekali lagi....inikah Islam yang rahmatan lil’alamin itu?)
Pria di Pakistan tak perlu kuatir......
Namun cepat atau lambat para ibu yang “dungu” tersebut akan melahirkan anak2 (laki2 maupun perempuan) yang “dungu” pula....dan itu tidak lepas karena kedunguan para pria dalam memperlakukan wanita. Seorang pengamat politik Pakistan pernah berkata: “kalau hal ini diteruskan, di pakistan pada tahun 2025 akan berjubel 230 juta penduduk dungu” (tapi ingat siapa yang menyebabkan kedunguan tersebut!) memang para tentara militer Pakistan tak perlu kuatir lagi. Lagi pula mana ada seorang jendral yang memakai burqa? Tapi......
Nah...sekarang apa kita sebagai warga Indonesia ingin seperti ini? janganlah Islam ditafsirkan secara membabi buta, justru citra Islam akan rusak dengan hal “dungu” seperti itu. Marilah kita berkaca dari Pakistan. lalu?
Mashaibu qoumin ‘inda qoumin fawaid
Post-modernisme dan Agama
Post-modernisme, istilah ini ternyata masih merupakan istilah yang kontroversial, konon faham ini berawal dari aktivitas seni. Sebuah tonggak sejarah barat ini merupakan proses perubahan dan reformasi panjang, yang benihnya sudah mulai tampak pada era modern. dua penggal sejarah Barat ini (modernism dan post-modernism) tampaknya telah banyak mempengaruhi berbagai macam kalangan dari sosiolog, filosof maupun pemikir keagamaan (teolog). Akbar S Ahmed, Ernest Gellner, David Griffin dan Huston Smith dengan karya-karya mereka (untuk lebih jelasnya baca buku2 karya mereka, semuanya ada di central library) bisa diambil sebagai contoh dari mereka yang membahas masalah ini.
Berdasar dari asumsi diatas, kita mencoba mengelaborasi pemikiran utama yang berkembang di Barat, khususnya tentang agama, dengan adanya perubahan-perubahan pemikiran keagamaan dari pra-modern ke modern kemudian yang terakhir post-modern. bisa disimpulkan, ada peralihan pendekatan pemikiran keagamaan yang bersifat teistik kepada pendekatan sekuler ateistik, termasuk didalamnya perubahan konsep Tuhan. (untuk lebih lanjut baca konsep Tuhan yang disodorkan “bapak post-modernisme” Nietzche dan Heidegger melalui wacana filsafat mereka)
Ditinjau dari model2 pemikirannya, post-modernisme ditandai dengan munculnya eksistensialisme (al wujudiyyah) dan filsafat analitik (falsafah tahliliyah). Dengan didasari model pemikiran ini, post-modernisme melakukan penghapusan terhadap metafisika obyektif, bahkan lebih ekstrim dari itu ia mengesampingkan doktrin keagamaan yang bedasarkan pada metafisika. Akhirnya seperti halnya modernisme, post-modernisme dihadapkan secara vis a vis dengan agama dalm bentuk antagonistis, berlawanan dan bahkan pertarungan. Akal dalam pikiran post-modernisme dimaknai tanpa tujuan moril-spirituil, serta hilangnya kebenaran mutlak (baca: kebenaran Tuhan)
Pertanyaanya sekarang, apa hal tersebut diatas yang akan diterapkan oleh “pemikir Muslim” kita di Indonesia? Perlu diingat, para pemikir Barat sudah banyak mengkritik faham diatas, dan memperingatkan Barat akan malapetaka besar apabila faham tersebut masih dianut.
Diakhir tulisan “mentah” yang belum selesai ini, saya kutip pendapat David Harvey dalam bukunya the condition of postmodernity yang saya dapat dipajangan buku-buku new arrival diperpus beberapa waktu lalu “the postmodern theological project is to reaffirm God’s truth without abandoning the powers of reason.”(hal. 41) yang artinya kurang lebih sebagai berikut, proyek teologis post-modernisme adalah menegakkan kembali kebenaran Tuhan tanpa meninggalkan kekuatan akal (mohon koreksinya kalau kurang pas) jadi, kesimpulan teoritis yang bisa diambil, agar bisa terhindar dari malapetaka, rekonsiliasi antar teori kebenaran para teolog dan para filsuf adalah tugas yang perlu dikerjakan. Allahumma arina al haqqa haqqan. H I/141, 01:00 AM 020607.
Berdasar dari asumsi diatas, kita mencoba mengelaborasi pemikiran utama yang berkembang di Barat, khususnya tentang agama, dengan adanya perubahan-perubahan pemikiran keagamaan dari pra-modern ke modern kemudian yang terakhir post-modern. bisa disimpulkan, ada peralihan pendekatan pemikiran keagamaan yang bersifat teistik kepada pendekatan sekuler ateistik, termasuk didalamnya perubahan konsep Tuhan. (untuk lebih lanjut baca konsep Tuhan yang disodorkan “bapak post-modernisme” Nietzche dan Heidegger melalui wacana filsafat mereka)
Ditinjau dari model2 pemikirannya, post-modernisme ditandai dengan munculnya eksistensialisme (al wujudiyyah) dan filsafat analitik (falsafah tahliliyah). Dengan didasari model pemikiran ini, post-modernisme melakukan penghapusan terhadap metafisika obyektif, bahkan lebih ekstrim dari itu ia mengesampingkan doktrin keagamaan yang bedasarkan pada metafisika. Akhirnya seperti halnya modernisme, post-modernisme dihadapkan secara vis a vis dengan agama dalm bentuk antagonistis, berlawanan dan bahkan pertarungan. Akal dalam pikiran post-modernisme dimaknai tanpa tujuan moril-spirituil, serta hilangnya kebenaran mutlak (baca: kebenaran Tuhan)
Pertanyaanya sekarang, apa hal tersebut diatas yang akan diterapkan oleh “pemikir Muslim” kita di Indonesia? Perlu diingat, para pemikir Barat sudah banyak mengkritik faham diatas, dan memperingatkan Barat akan malapetaka besar apabila faham tersebut masih dianut.
Diakhir tulisan “mentah” yang belum selesai ini, saya kutip pendapat David Harvey dalam bukunya the condition of postmodernity yang saya dapat dipajangan buku-buku new arrival diperpus beberapa waktu lalu “the postmodern theological project is to reaffirm God’s truth without abandoning the powers of reason.”(hal. 41) yang artinya kurang lebih sebagai berikut, proyek teologis post-modernisme adalah menegakkan kembali kebenaran Tuhan tanpa meninggalkan kekuatan akal (mohon koreksinya kalau kurang pas) jadi, kesimpulan teoritis yang bisa diambil, agar bisa terhindar dari malapetaka, rekonsiliasi antar teori kebenaran para teolog dan para filsuf adalah tugas yang perlu dikerjakan. Allahumma arina al haqqa haqqan. H I/141, 01:00 AM 020607.
memaknai fundamentalisme
Munculnya gerakan2 yang disebut fundamentalisme di Pakistan membuat saya bertanya-tanya apa maksud dari fundamentalisme sebenarnya. Pembunuhan menteri wanita zilla huma, pengeboman sekolah2 co-education dan sekolah wanita serta maraknya ancaman terhadap wanita yang tak berhijab merupakan segelintir contoh riil yang bersliweran disurat kabar lokal maupun nasional, penggerebekan PIMS (Pakistan Institute for Medical science) oleh santri dan santriwati jamiah hafsa yang terjadi baru2 ini menambah daftar aksi gerakan para “fundamentalis” ini.
Sebenarnya apa makna dibalik kata fundamentalisme tersebut? apakah istilah tersebut murni datang dari Islam ataukah istilah kaum orientalis untuk merancukan pemahamn umat terhadap Islam? catatan ringkas dibawah ini berusaha untuk menguak tabir yang selama ini menyelubungi makna fundamentalisme.
Pertama-tama, berbicara soal agama Islam dan fundamentalisme perlu ditegaskan terlebih dahulu bahwa ajaran Islam sebenarnya tersusun atas dua kategori: pertama, ajaran-ajaran dasar yang bersifat absolut, kekal dan tidak bisa berubah. Kedua, ajaran yang didasarkan pada ajaran pertama yang bersifat nisbi, dinamis, tidak kekal dan bisa berubah sesuai perubahan zaman dan tempat. Ajaran2 yang absolut terdapat pada kedua panduan utama; al qur’an dan hadits. Sedangkan ajaran kategori yang kedua merupakan hasil ijtihad para ulama atas ajaran-ajaran dasar tersebut, dan dapat kita temukan dalam buku2 tafsir, hadist, fiqh, ilmu kalam, tasawuf dan lainnya.
Kalau yag dimaksud dengan fundamentalisme adalah kembali pada ajaran-ajaran dasar agama, -seperti yang terkandung dalam arti kata fundamentalisme sendiri- maka fundamentalisme dalam Islam berarti kembali kepada ajarn2 kategori yang pertama, yaitu ajaran dasar yang tercantum dalam qur’an dan sunnah, bukannya kembali pada ajaran kedua, yang merupakan hasil ijtihad para ulama. Apabila konsep awal yang digunakan dalam memaknai fundamentalisme, akan tertarik sebuah kesimpulan bahwa fundamentalisme yang sesungguhnya adalah kembali kepada al qur’an dan sunnah dengan tujuan mengadakan interpretasi maupun ijtihad baru - pintu ijtihad masih terbuka lebar-, dan bukan kembali kepada buku2 tafsir, hadits, fiqh, ilmu tauhid, tasawuf dan lain sebagainya, memang, tidak dipungkiri, karangan hasil ijtihad para ulama memang sangat kita perlukan, tapi hanya sebatas sumber sekunder dan bukan primer.
Kalau fundamentalisme diartikan dengan kembali kepada ajaran2 kategori yang kedua (ijtihad para ulama), ia bukanlah istilah yang dipakai umat Islam, tapi cenderung merupakan faham atau gerakan yang mempertahankan ajaran lama dan menentang pembaharuan seperti dalam gerakan protestan di Amerika Serikat dua abad yang lalu. Kalau diartikan demikian, maka istilah fundamentalisme tidak sesuai dengan faham dan gerakan sejenisnya dalam Islam. Karena tujuan dari faham kedua ini adalah menghidupkan kembali ajrn-ajaran dari madzhab tertentu; hasil ijtihad ulama klasik.
Dengan argumen ringkas diatas sudah jelas, bahwa pengelompokan paham dan gerakan yang akhir2 ini marak di Pakistan kedalam aliran salafiyah tidaklah tepat. Kaum salafiyah tdk sempit dalam pendapat, tidah mudah teriak takfir (mengakafirkan gologan lain), tidak memakai kekerasan dan tidak melulu berpegang pada masa lampau, tapi juga melihat kedepan. Betul kaum wahabiah dulunya berorientasi pada masa silam, tapi kemudian mereka juga mau menerima pembaharuan dalam bidang tertentu. Istilah fundamentalis juga kata skriptualis sangat tidak tepat untuk dipakai kepada mereka, karena –menurut pengamatan saya- gerakan mereka bukan kembali ke kitab suci, al qur’an dan sunnah, tetapi cenderung ke penafsiran mazhab tertentu. Allahumma arina al batila batilan warzuqna ijtinabah. H I/141 020607-03:15 PM (albi)
Renungkan ungkapan orientalis terhadap Islam dibawah ini:
Alfred Guillaume : sekiranya orang Islam bersifat ganas seperti orang mongol dalam menghancurkan api ilmu pengetahuan.....renaissance di Eropa mungkin akan terlambat lebih dari seratus tahun.
Gustav Lebon : orang Islamlah yang menyebabkan orang-orang Eropa mempunyai peradaban. Merekalah yang menjadi guru Eropa selama enam ratus tahun.
Hamdan Maghribi
IIU Islamabad-Pakistan
Islamic Studies-Departement of Aqeeda and Philosophy
Dewan Redaksi Al-‘Ibrah
Departemen Pengembangan Intelektual PPMI
www.al-ibrah.blogspot.com
www.albi4ever.blogspot.com
Sebenarnya apa makna dibalik kata fundamentalisme tersebut? apakah istilah tersebut murni datang dari Islam ataukah istilah kaum orientalis untuk merancukan pemahamn umat terhadap Islam? catatan ringkas dibawah ini berusaha untuk menguak tabir yang selama ini menyelubungi makna fundamentalisme.
Pertama-tama, berbicara soal agama Islam dan fundamentalisme perlu ditegaskan terlebih dahulu bahwa ajaran Islam sebenarnya tersusun atas dua kategori: pertama, ajaran-ajaran dasar yang bersifat absolut, kekal dan tidak bisa berubah. Kedua, ajaran yang didasarkan pada ajaran pertama yang bersifat nisbi, dinamis, tidak kekal dan bisa berubah sesuai perubahan zaman dan tempat. Ajaran2 yang absolut terdapat pada kedua panduan utama; al qur’an dan hadits. Sedangkan ajaran kategori yang kedua merupakan hasil ijtihad para ulama atas ajaran-ajaran dasar tersebut, dan dapat kita temukan dalam buku2 tafsir, hadist, fiqh, ilmu kalam, tasawuf dan lainnya.
Kalau yag dimaksud dengan fundamentalisme adalah kembali pada ajaran-ajaran dasar agama, -seperti yang terkandung dalam arti kata fundamentalisme sendiri- maka fundamentalisme dalam Islam berarti kembali kepada ajarn2 kategori yang pertama, yaitu ajaran dasar yang tercantum dalam qur’an dan sunnah, bukannya kembali pada ajaran kedua, yang merupakan hasil ijtihad para ulama. Apabila konsep awal yang digunakan dalam memaknai fundamentalisme, akan tertarik sebuah kesimpulan bahwa fundamentalisme yang sesungguhnya adalah kembali kepada al qur’an dan sunnah dengan tujuan mengadakan interpretasi maupun ijtihad baru - pintu ijtihad masih terbuka lebar-, dan bukan kembali kepada buku2 tafsir, hadits, fiqh, ilmu tauhid, tasawuf dan lain sebagainya, memang, tidak dipungkiri, karangan hasil ijtihad para ulama memang sangat kita perlukan, tapi hanya sebatas sumber sekunder dan bukan primer.
Kalau fundamentalisme diartikan dengan kembali kepada ajaran2 kategori yang kedua (ijtihad para ulama), ia bukanlah istilah yang dipakai umat Islam, tapi cenderung merupakan faham atau gerakan yang mempertahankan ajaran lama dan menentang pembaharuan seperti dalam gerakan protestan di Amerika Serikat dua abad yang lalu. Kalau diartikan demikian, maka istilah fundamentalisme tidak sesuai dengan faham dan gerakan sejenisnya dalam Islam. Karena tujuan dari faham kedua ini adalah menghidupkan kembali ajrn-ajaran dari madzhab tertentu; hasil ijtihad ulama klasik.
Dengan argumen ringkas diatas sudah jelas, bahwa pengelompokan paham dan gerakan yang akhir2 ini marak di Pakistan kedalam aliran salafiyah tidaklah tepat. Kaum salafiyah tdk sempit dalam pendapat, tidah mudah teriak takfir (mengakafirkan gologan lain), tidak memakai kekerasan dan tidak melulu berpegang pada masa lampau, tapi juga melihat kedepan. Betul kaum wahabiah dulunya berorientasi pada masa silam, tapi kemudian mereka juga mau menerima pembaharuan dalam bidang tertentu. Istilah fundamentalis juga kata skriptualis sangat tidak tepat untuk dipakai kepada mereka, karena –menurut pengamatan saya- gerakan mereka bukan kembali ke kitab suci, al qur’an dan sunnah, tetapi cenderung ke penafsiran mazhab tertentu. Allahumma arina al batila batilan warzuqna ijtinabah. H I/141 020607-03:15 PM (albi)
Renungkan ungkapan orientalis terhadap Islam dibawah ini:
Alfred Guillaume : sekiranya orang Islam bersifat ganas seperti orang mongol dalam menghancurkan api ilmu pengetahuan.....renaissance di Eropa mungkin akan terlambat lebih dari seratus tahun.
Gustav Lebon : orang Islamlah yang menyebabkan orang-orang Eropa mempunyai peradaban. Merekalah yang menjadi guru Eropa selama enam ratus tahun.
Hamdan Maghribi
IIU Islamabad-Pakistan
Islamic Studies-Departement of Aqeeda and Philosophy
Dewan Redaksi Al-‘Ibrah
Departemen Pengembangan Intelektual PPMI
www.al-ibrah.blogspot.com
www.albi4ever.blogspot.com
antara Al Azhar dan Universitas Islam; what went wrong?
Masjid al Azhar di mesir berdiri pada hari ke 14 bulan suci ramadan tahun 971 M (atas nama Fatimah al Zahra). 4 tahun kemudaian hakim tertinggi dinasti fatimiyah Abdul Hasan al Nu’man memberikan kuliah pertama tentang hukum2 syiah (dinasti Fatimiyah menganut faham syiah isma’iliyah). Dari situlah awal tonggak sejarah universitas al azhar dimulai.
Al Azhar, sekarang telah berumur lebih dari 1000 tahun, ia merupakan universitas tertua yang masih hidup dimuka bumi ini. Sekarang, berapa banyak universitas yang telah umat Islam bangun selama kurun 1000 tahun? (semenjak berdirinya al azhar)
Sejarah dunia mencatat, kerajaan Mughal di India berdiri sejak 1526M (Mughal adalah salah satu dari tiga kerajaan besar Islam pada abad pertengahan; daulah usmaniyah di Turki, daulah Safawiyah di Persia dan Mughal di India) dan berjalan selama 181 tahun. Hamida Begum, janda dari raja Nasiruddin Humayun, menghabiskan 8 tahun untuk membangun kuburan Humayun. Raja Jalaluddin Akbar mendirikan Fatehpur Sikri, yang dibangun didalamnya istana2 megah untuk tiap istri dan selir Akbar. Jehangir membangun Hiran Minar untuk mengenang binatang kesayangangnya. Raja shahbudin Muhammad Shah Jahan mengerahkan 22.000 pekerja yang bekerja selama 23 tahun membangun sebuah kuburan untuk Arjumand Begum (sebagaimana para pendahulunya, istana Shah Jahan memiliki ratusan istri, gundik dan penari). Arjumand Begum merupakan istri yang paling disayanginya.
Taj Mahal, pada intinya, adalah representasi dari dua hal: pertama, zaman dinasti Mughal yang penuh keindahan artistik, dan, kedua, kebangkrutan finansial akibat penghamburan kas negara untk membangun istana dan kuburan megah disaat kas negara lagi “sekarat”. (disaat Aurangzeb menjadi raja, pajak yang dibebankan buat rakyat melambung tinggi).
Dan “hebatnya” lagi, Selama 181 tahun tersebut, tidak ada satupun universitas yang didirikan!
Selanjutnya. OIC (the Organization of Islamic Conference) yang berslogan “melayani kebutuhan 1.5 milyar penduduk muslim dunia”, beranggotakan 57 negara. Dari hasil penelitian, dari 57 negara mayoritas muslim tersebut memiliki kurang dari 600 buah universitas; kalau dikalkulasikan dengan jumlah umat Islam, 1 universitas untuk 2 juta muslim. Israel memiliki 25 institut dan universitas dengan jumlah penduduk 6,3 juta jiwa; satu universitas untuk 250 ribu jiwa.(sebuah perbedaan yang mencengangkan!!!)
Dari 600 universitas yang ada, berapakah yang menelurkan peraih nobel? Ahmad Zewail (meraih nobel dalam bidang kimia pada tahun 1999) adalah lulusan Universitas Iskandariyah, tapi nobel yang dia menangkan merupakan hasil kerja yang dilakukannya di California Institute of Technology. Ada juga Abdus Salam (peraih nobel dalm bidang fisika tahun 1979) meraih gelar master di Punjab University, tapi dia bisa melanjutkan hasil kerja brilliannya di Italia dan Inggris.
Dari 600 universitas tadi apakah ada -satu saja, hanya satu!- yang menghadirkan terobosan2 teknologi? Mari kita lihat kerajaan Saudi, yang mempunyai kekayaan trilyunan dolar Amerika. Apa yang mereka hasilkan dari kekayaan yang melimpah itu? Adakah -satu saja- dari universitasnya yang mempunyai terobosan dalam bidang medis maupun ilmiah? Kenapa ini terjadi? WHAT WENT WRONG?! Apakah Israel melarang kita untuk belajar? Atau Amerika mengancam kita menemukan terobosan ilmiah?
Disaat umat Islam disibukkan dengan pembangunan istana megah untuk para selir raja, Barat sibuk dengan Oxford University nya. Ketika Jehangir membangun istana buat hewan kesayangannya, mereka sibuk dengan pembangunan universitas dan peningkatan pendidikan. Ketika Shah Jahan membangun kuburan buat istrinya, mereka ribut mendirikan Harvard University (Harvard telah melahirkan 40 peraih nobel). Dan dengan berakhirnya dinasti Mughal di India, Barat telah berhasil mendirikan puluhan universitas handal!
Lihatlah sekarang! Apa yang sedang pemerintah mesir lakukan terhadap al azhar, pemerintah mengontrol kurikulum dan memasukkan unsur2 politik dalam menjalankan Universitas tertua di dunia milik umat Islam ini.
Apakah kita masih pura2 buta?!
Aksi teror dan “jihad”(?) bom bunuh diri tidak bisa membuat kita jadi pemenang, tapi hanya jadi pecundang! Tapi dengan peningkatan kualitas pendidikan dan universitas kita bisa!
Jadi marilah kita buang kepura2an kita, sudah waktunya umat Islam bangkit dan menjadi pemenang! allahummansurna. ALLAHU AKBAR!
H I/141, 030607, 12:30 PM (albi)
Hamdan Maghribi
Departement of Aqeedah and Philosophy
International Islamic University Islamabad Pakistan
Dewan Redaksi Al-‘Ibrah
Departemen Pengembangan Intelektual PPMI
www.albi4ever.blogspot.com
www.al-ibrah.blogspot.com
Al Azhar, sekarang telah berumur lebih dari 1000 tahun, ia merupakan universitas tertua yang masih hidup dimuka bumi ini. Sekarang, berapa banyak universitas yang telah umat Islam bangun selama kurun 1000 tahun? (semenjak berdirinya al azhar)
Sejarah dunia mencatat, kerajaan Mughal di India berdiri sejak 1526M (Mughal adalah salah satu dari tiga kerajaan besar Islam pada abad pertengahan; daulah usmaniyah di Turki, daulah Safawiyah di Persia dan Mughal di India) dan berjalan selama 181 tahun. Hamida Begum, janda dari raja Nasiruddin Humayun, menghabiskan 8 tahun untuk membangun kuburan Humayun. Raja Jalaluddin Akbar mendirikan Fatehpur Sikri, yang dibangun didalamnya istana2 megah untuk tiap istri dan selir Akbar. Jehangir membangun Hiran Minar untuk mengenang binatang kesayangangnya. Raja shahbudin Muhammad Shah Jahan mengerahkan 22.000 pekerja yang bekerja selama 23 tahun membangun sebuah kuburan untuk Arjumand Begum (sebagaimana para pendahulunya, istana Shah Jahan memiliki ratusan istri, gundik dan penari). Arjumand Begum merupakan istri yang paling disayanginya.
Taj Mahal, pada intinya, adalah representasi dari dua hal: pertama, zaman dinasti Mughal yang penuh keindahan artistik, dan, kedua, kebangkrutan finansial akibat penghamburan kas negara untk membangun istana dan kuburan megah disaat kas negara lagi “sekarat”. (disaat Aurangzeb menjadi raja, pajak yang dibebankan buat rakyat melambung tinggi).
Dan “hebatnya” lagi, Selama 181 tahun tersebut, tidak ada satupun universitas yang didirikan!
Selanjutnya. OIC (the Organization of Islamic Conference) yang berslogan “melayani kebutuhan 1.5 milyar penduduk muslim dunia”, beranggotakan 57 negara. Dari hasil penelitian, dari 57 negara mayoritas muslim tersebut memiliki kurang dari 600 buah universitas; kalau dikalkulasikan dengan jumlah umat Islam, 1 universitas untuk 2 juta muslim. Israel memiliki 25 institut dan universitas dengan jumlah penduduk 6,3 juta jiwa; satu universitas untuk 250 ribu jiwa.(sebuah perbedaan yang mencengangkan!!!)
Dari 600 universitas yang ada, berapakah yang menelurkan peraih nobel? Ahmad Zewail (meraih nobel dalam bidang kimia pada tahun 1999) adalah lulusan Universitas Iskandariyah, tapi nobel yang dia menangkan merupakan hasil kerja yang dilakukannya di California Institute of Technology. Ada juga Abdus Salam (peraih nobel dalm bidang fisika tahun 1979) meraih gelar master di Punjab University, tapi dia bisa melanjutkan hasil kerja brilliannya di Italia dan Inggris.
Dari 600 universitas tadi apakah ada -satu saja, hanya satu!- yang menghadirkan terobosan2 teknologi? Mari kita lihat kerajaan Saudi, yang mempunyai kekayaan trilyunan dolar Amerika. Apa yang mereka hasilkan dari kekayaan yang melimpah itu? Adakah -satu saja- dari universitasnya yang mempunyai terobosan dalam bidang medis maupun ilmiah? Kenapa ini terjadi? WHAT WENT WRONG?! Apakah Israel melarang kita untuk belajar? Atau Amerika mengancam kita menemukan terobosan ilmiah?
Disaat umat Islam disibukkan dengan pembangunan istana megah untuk para selir raja, Barat sibuk dengan Oxford University nya. Ketika Jehangir membangun istana buat hewan kesayangannya, mereka sibuk dengan pembangunan universitas dan peningkatan pendidikan. Ketika Shah Jahan membangun kuburan buat istrinya, mereka ribut mendirikan Harvard University (Harvard telah melahirkan 40 peraih nobel). Dan dengan berakhirnya dinasti Mughal di India, Barat telah berhasil mendirikan puluhan universitas handal!
Lihatlah sekarang! Apa yang sedang pemerintah mesir lakukan terhadap al azhar, pemerintah mengontrol kurikulum dan memasukkan unsur2 politik dalam menjalankan Universitas tertua di dunia milik umat Islam ini.
Apakah kita masih pura2 buta?!
Aksi teror dan “jihad”(?) bom bunuh diri tidak bisa membuat kita jadi pemenang, tapi hanya jadi pecundang! Tapi dengan peningkatan kualitas pendidikan dan universitas kita bisa!
Jadi marilah kita buang kepura2an kita, sudah waktunya umat Islam bangkit dan menjadi pemenang! allahummansurna. ALLAHU AKBAR!
H I/141, 030607, 12:30 PM (albi)
Hamdan Maghribi
Departement of Aqeedah and Philosophy
International Islamic University Islamabad Pakistan
Dewan Redaksi Al-‘Ibrah
Departemen Pengembangan Intelektual PPMI
www.albi4ever.blogspot.com
www.al-ibrah.blogspot.com
Siapa yang Membantai Umat Islam
Dari 57 negara anggota OKI, diantaranya ada yang mengambil sistem pemerintahan monarki (Saudi, Kuwait, Oman, Maroko, Brunei), ada juga yang oleh dunia di cap sebagai negara berezim outhoritarian (Iran, Pakistan, Sudan, Libya, Tunis, Somalia, Uzbekistan, Gambia, Gabon, Maldives) ada juga yang menjalankan praktek demokrasi terbatas (Malaysia, Senegal, Jordan dan beberapa negara yang lain)
Tahun lalu, sebuah laporan yang berjudul “terjelek dari yang terjelek”: masyarakat yang paling represif didunia, diserahkan kepada komisi HAM di PBB. Diantara masyarakat “the worst of the worst” tersebut adalah Saudi, Libya, Siria, Uzbekistan, Somalia dan Sudan, semuanya adalah anggota OKI. Selain di Iraq dan Afghan, siapakah yang menindas umat Islam? Jelas jawabnya: yang menindas adalah muslim juga.
Pakistan –negara Islam dimana kita belajar- dan Banglades adalah anggota OKI (25 persen dari seluruh penduduk negara2 OKI), bila dikumpulkan jumlah penduduk yang buta huruf (pria dan wanita) sebanyak 200 juta. Dari 200 juta tersebut 68 persennya adalah wanita. Siapa yang suruh mereka buta huruf? Amerika? Israel? Atau mungkin orientalis?
Untuk dicatat, ada 1 juta muslim yang dibunuh oleh saudaranya yang muslim sepanjang peperangan di abad 20. perang dimulai ketika Irak menginvasi Iran (perang ini memakan waktu 8 tahun dan keduanya menanggung kerugian sebesar 1,2 trilyun US dolar),di negara kita Indonesia (1965-66) jumlah muslim yang meninggal (dibantai oleh saudaranya yang muslim) 800 ribu. Perang sipil di Nigeria (‘67-‘70)menelan korban 500 ribu (muslim membunuh muslim) di Darfur jumlah muslim yang dibantai muslim adalah 400 ribu! Dalam peperangan yang di sebut Libeation War di Banglades (1971) kurang lebih 1 juta jiwa melayang (http://www.cij.org/) masih banyak contoh lain yang saya sendiri ngeri untuk menuliskannya disini.
Sekarang tolong jawab, siapa yang membunuh muslim dalam jumlah massif? Bila di gabung antara CIA dan Mossad (dan agen2 barat yang lain) siapakah yang membunuh muslim yang melebihi mereka? Jawabnya jelas: MUSLIM JUGA!
OKI berkuasa diatas lebih dari 800 juta jiwa yang buta huruf. Dan rata2 mereka dibawah kekuasaan pemerintahan monarki dan diktator. Apa benar yang bertanggung jawab atas ini semua juga orang Islam? Pertanyaan ini saya ‘paksa’ lontarkan, karena ‘tidak percaya’ melihat kenyataan yang ada.
Allahummaftah qulubana!
H I/141, 030607, 10:00 PM (albi)
Hamdan Maghribi
Dewan Redaksi Al-‘Ibrah
Departemen Pengembangan Intelektual PPMI
www.al-ibrah.blogspot.com
www.albi4ever.blogspot.com
Departement of Aqeedah and Philosophy
International Islamic University Islamabad Pakistan
Tahun lalu, sebuah laporan yang berjudul “terjelek dari yang terjelek”: masyarakat yang paling represif didunia, diserahkan kepada komisi HAM di PBB. Diantara masyarakat “the worst of the worst” tersebut adalah Saudi, Libya, Siria, Uzbekistan, Somalia dan Sudan, semuanya adalah anggota OKI. Selain di Iraq dan Afghan, siapakah yang menindas umat Islam? Jelas jawabnya: yang menindas adalah muslim juga.
Pakistan –negara Islam dimana kita belajar- dan Banglades adalah anggota OKI (25 persen dari seluruh penduduk negara2 OKI), bila dikumpulkan jumlah penduduk yang buta huruf (pria dan wanita) sebanyak 200 juta. Dari 200 juta tersebut 68 persennya adalah wanita. Siapa yang suruh mereka buta huruf? Amerika? Israel? Atau mungkin orientalis?
Untuk dicatat, ada 1 juta muslim yang dibunuh oleh saudaranya yang muslim sepanjang peperangan di abad 20. perang dimulai ketika Irak menginvasi Iran (perang ini memakan waktu 8 tahun dan keduanya menanggung kerugian sebesar 1,2 trilyun US dolar),di negara kita Indonesia (1965-66) jumlah muslim yang meninggal (dibantai oleh saudaranya yang muslim) 800 ribu. Perang sipil di Nigeria (‘67-‘70)menelan korban 500 ribu (muslim membunuh muslim) di Darfur jumlah muslim yang dibantai muslim adalah 400 ribu! Dalam peperangan yang di sebut Libeation War di Banglades (1971) kurang lebih 1 juta jiwa melayang (http://www.cij.org/) masih banyak contoh lain yang saya sendiri ngeri untuk menuliskannya disini.
Sekarang tolong jawab, siapa yang membunuh muslim dalam jumlah massif? Bila di gabung antara CIA dan Mossad (dan agen2 barat yang lain) siapakah yang membunuh muslim yang melebihi mereka? Jawabnya jelas: MUSLIM JUGA!
OKI berkuasa diatas lebih dari 800 juta jiwa yang buta huruf. Dan rata2 mereka dibawah kekuasaan pemerintahan monarki dan diktator. Apa benar yang bertanggung jawab atas ini semua juga orang Islam? Pertanyaan ini saya ‘paksa’ lontarkan, karena ‘tidak percaya’ melihat kenyataan yang ada.
Allahummaftah qulubana!
H I/141, 030607, 10:00 PM (albi)
Hamdan Maghribi
Dewan Redaksi Al-‘Ibrah
Departemen Pengembangan Intelektual PPMI
www.al-ibrah.blogspot.com
www.albi4ever.blogspot.com
Departement of Aqeedah and Philosophy
International Islamic University Islamabad Pakistan
Ilmu Adalah...
Pengetahuan adalah kekuataan (kekuasaan), pengetahuan adalah kepemilikan terhadap informasi, ide, realita kebenaran dan prinsip pokok. Bila ilmu adalah kekuasaan maka barangsiapa yang berilmu dialah yang berkuasa. Apabila pengetahuan adalah informasi, fakta dan ide, maka barangsiapa yng memiliki informasi dan ide dialah yang berkuasa.
Mari kita bawa alam khayal kita menuju abad pertengahan. Disaat orang2 viking menjarah eropa, al khawarizmi sibuk dengan ilmu matematika, Ibnu sina menciptakan karya monumental dalm bidang medis, demikian juga filsafat. Al hakim, khalifah dinasti fatimiyah mendirikan darul hikmah. Dinasti abasiyah membangun baytul hikmah. Jabir ibn hayyan merupakan ahli kimia pertama yang menemukan sulfur acid (asam belerang). Al zahrawi ‘bapak ilmu bedah’ sibuk dengan penelitian medisnya. Al zarqali menemukan astrolabnya (alat astronomi).
Ketika umat Islam menguasai ilmu, umat Islam berkuasa. Islam menguasai spanyol, konstantinopel, nimes (prancis), afrika utara, cyprus, sicilia (itali), mesir, jerussalem, siria, serbia, bosnia, albania, persia. Islam menguasai sicilia selama hampir 3 abad dan spanyol hingga 7 abad!
Namun sayang, umat Islam telah menghentikan produktifitas ilmiahnya seribu tahun yang lalu. Disusul kemudian dengan fatwa haram para pemimpin umat untuk mengkonsumsi ilmu dari non muslim(kafir).
Sekarang umat Islam tak berdaya, sungguh tanpa kuasa. Tak berdaya karena tidak pernah memproduksi pengetahuan. Tak berkuasa karena menganggap dosa belajar dari non-muslim, karena gagal menyebarkan ilmu dan gagal dalam menerapkannya.
Disaat umat islam berhenti memproduksi ilmu pengetahuan, Barat mendirikan Universitas Bologna kemudian University of Paris, Oxford, Cambridge, Naples, Leipzig, Glasgow, Copenhagen dan masih banyak lagi yang lainnya (kesemuanya berkisar dari abad 11 hingga 15 M.)
Dari abad pertengahan mari kita menuju tahun lalu (2006), siapa yang memproduksi penemuan2 ilmiah sepanjang tahun ini? Jawbannya adalah Harvard menyusul setelahnya Cambridge dan menyusul nama2 universitas Barat lainya.
Bayangkan, dari 100 besar Universitas berprestasi di dunia, 51 berada di Amerika; yang jumlah penduduknya kurang dari 5% penduduk dunia. Kemudian dari 400 besar rangking Universitas tidak satupun –sekali lagi tidak satupun!-berada dalam negara mayoritas muslim. Yang mengejutkan, dari 500 besar rangking universitas berprestasi 6 universitas berada di Israel(yahudi) dan 2 di India(hindu) (sumber: rangking akademis universitas di dunia tahun 2006. http://ed.sjtu.edu.cn/ranking2006.htm)
Sudah saatnya kita berintrospeksi; kenapa kita tak berdaya? kapan terakhir kalinya ilmuwan kita menelurkan terobosan ilmiah? Kapan terakhir kali kita menyumbang untuk peradaban manusia? Apakah ini juga merupakan konspirasi terselubung zionis? Atau mungkin amerika? Apakah FBI dan CIA mengancam kita untuk menuntut ilmu? Ataukah mungkin bush melarang kita untuk menggunakan ilmu pengetahuan?
Mari bersama kita resapi makna hadits “tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina” ilmu yang dimaksud baginda rasul disini bukanlah ilmu agama, melainkan ilmu pengetahuan umum, tekhnologi, komputer, dan ilmu non agama lainnya. Knowledge is power, kalau ingin punya power maka milikilah knowledge. Bukan senapan, bukan bom yang kita ledakkan dibadan kita sendiri.
Wahai umat Islam, bangkitlah!
H I/141, 060607, 02:50 AM
HAMDAN MAGHRIBI
Dewan redaksi buletin dwimingguan al-ibrah
Departemen pengembangan intelektual PPMI pakistan
www.al-ibrah.blogspot.com
www.albi4ever.blogspot.com
Mari kita bawa alam khayal kita menuju abad pertengahan. Disaat orang2 viking menjarah eropa, al khawarizmi sibuk dengan ilmu matematika, Ibnu sina menciptakan karya monumental dalm bidang medis, demikian juga filsafat. Al hakim, khalifah dinasti fatimiyah mendirikan darul hikmah. Dinasti abasiyah membangun baytul hikmah. Jabir ibn hayyan merupakan ahli kimia pertama yang menemukan sulfur acid (asam belerang). Al zahrawi ‘bapak ilmu bedah’ sibuk dengan penelitian medisnya. Al zarqali menemukan astrolabnya (alat astronomi).
Ketika umat Islam menguasai ilmu, umat Islam berkuasa. Islam menguasai spanyol, konstantinopel, nimes (prancis), afrika utara, cyprus, sicilia (itali), mesir, jerussalem, siria, serbia, bosnia, albania, persia. Islam menguasai sicilia selama hampir 3 abad dan spanyol hingga 7 abad!
Namun sayang, umat Islam telah menghentikan produktifitas ilmiahnya seribu tahun yang lalu. Disusul kemudian dengan fatwa haram para pemimpin umat untuk mengkonsumsi ilmu dari non muslim(kafir).
Sekarang umat Islam tak berdaya, sungguh tanpa kuasa. Tak berdaya karena tidak pernah memproduksi pengetahuan. Tak berkuasa karena menganggap dosa belajar dari non-muslim, karena gagal menyebarkan ilmu dan gagal dalam menerapkannya.
Disaat umat islam berhenti memproduksi ilmu pengetahuan, Barat mendirikan Universitas Bologna kemudian University of Paris, Oxford, Cambridge, Naples, Leipzig, Glasgow, Copenhagen dan masih banyak lagi yang lainnya (kesemuanya berkisar dari abad 11 hingga 15 M.)
Dari abad pertengahan mari kita menuju tahun lalu (2006), siapa yang memproduksi penemuan2 ilmiah sepanjang tahun ini? Jawbannya adalah Harvard menyusul setelahnya Cambridge dan menyusul nama2 universitas Barat lainya.
Bayangkan, dari 100 besar Universitas berprestasi di dunia, 51 berada di Amerika; yang jumlah penduduknya kurang dari 5% penduduk dunia. Kemudian dari 400 besar rangking Universitas tidak satupun –sekali lagi tidak satupun!-berada dalam negara mayoritas muslim. Yang mengejutkan, dari 500 besar rangking universitas berprestasi 6 universitas berada di Israel(yahudi) dan 2 di India(hindu) (sumber: rangking akademis universitas di dunia tahun 2006. http://ed.sjtu.edu.cn/ranking2006.htm)
Sudah saatnya kita berintrospeksi; kenapa kita tak berdaya? kapan terakhir kalinya ilmuwan kita menelurkan terobosan ilmiah? Kapan terakhir kali kita menyumbang untuk peradaban manusia? Apakah ini juga merupakan konspirasi terselubung zionis? Atau mungkin amerika? Apakah FBI dan CIA mengancam kita untuk menuntut ilmu? Ataukah mungkin bush melarang kita untuk menggunakan ilmu pengetahuan?
Mari bersama kita resapi makna hadits “tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina” ilmu yang dimaksud baginda rasul disini bukanlah ilmu agama, melainkan ilmu pengetahuan umum, tekhnologi, komputer, dan ilmu non agama lainnya. Knowledge is power, kalau ingin punya power maka milikilah knowledge. Bukan senapan, bukan bom yang kita ledakkan dibadan kita sendiri.
Wahai umat Islam, bangkitlah!
H I/141, 060607, 02:50 AM
HAMDAN MAGHRIBI
Dewan redaksi buletin dwimingguan al-ibrah
Departemen pengembangan intelektual PPMI pakistan
www.al-ibrah.blogspot.com
www.albi4ever.blogspot.com
Ilmu Kalam
Sejarah mencatat bahwasanya orientalis Barat (tidak semua, karena ada pula dari mereka yang objektif dalam penelitiannya) berusaha dengan giat untuk selalu mencari titik kelemahan Islam, dari keotentikan al qur’an kemudian kritik atas hadis, dan lainnya. Melihat kebuntuan dalam mengaburkan otentitas kitab suci mereka mengalih pada penelitian yang ingin menyimpulkan bahwasanya Islam adalah agama yang irrasional, tidak masuk akal dan penuh khurafat.
Namun bagaimanapun gigihnya Barat untuk membuktikan bahwa ajaran Islam tidak relevan dengan akal akan berujung dengan tangan hampa pula, alih2 menyatakan ke”statis”an Islam, mereka malah terperanjat kaget betapa rasionalnya ajaran Islam, ini terbukti dari studi dan kajian mereka tentang ilmu kalam dan filsafat Islam. Kalam oleh para ahli Barat disebut teologi rasional atau teologi dialektis, tidak seperti teologi Kristen yang dogmatis. Ilmu kalam sangat dialektis dan logis. Dengan mempelajari ilmu kalam yang mengakibatkan berbagai polemik, akan melatih umat Islam untuk melihat kembali agamanya. Agama Islam sudah berada ditangan umatnya selama 15 abad. Kita tidak boleh melihat perjalanan panjang itu dengan hampa tanpa makna. Sudah barang tentu banyak hal –negatif maupun positif-yang terjadi dalam kurun waktu sepanjang itu. Orang yang tidak mempelajari turast (warisan lama) dan tiba2 mengklaim kembali kepada qur’an dan Hadits, bisa terjerembab kedalam tafsiran yang paling awal terhadap qur’an dan sunnah.
Dengan ilmu kalam kita bisa mempelajari banyak hal. Contoh mudahnya adalah sifat yang 20. sifat yang 20 ini tidak semerta merta datang begitu saja. Ia mempunyai latar belakang yang rumit sekali. Banyak lagi contoh yang lain, kata aqidah yang berarti simpul atau ikatan tidak termuat dalam term al qur’an, namun sekarang seolah2 ia seperti suci, sakral. Contoh kongkrit lainnya adalah kalimat ushuluddin. Secara logika kalau ada ushuluddin berarti ada juga furu’uddin, dan tiba2 kita sudah diwarisi stereotip bahwa ushuluddin adalah ilmu kalam sedangkan furu’uddin adalah fiqh. Artinya sangat menjadi artificial(dibuat-buat). Tapi apa benar begitu? Dulu Ibn Taimiyyah dan beberapa ulama lainnya tidak setuju dengan pembagian ushul-furu’ tadi. Jadi dengan mempelajari kalam dan sebagainya orang akan menjadi terbuka dan tidak dogmatis. Memang diakui sebagai konsekwensinya terjadi apa yang disebut dengan relatifisasi doktrin (ajaran), yakni ketika orang mengetahui bahwa suatu doktrin adalah dari hasil proses sejarah. Dan inilah yang dikhawatirkan banyak ulama Islam termasuk di Indonesia.
Menurut saya, sebenarnya kekhawatiran tersebut berlebihan. Sebab dalam ajaran2 Islam ada bagian2 yang absolut, tetap dan tak boleh berubah, misalnya bahwa Allah itu Esa dan kita wajib berbuat baik, bahwa kita berbuat untuk mencapai ridhaNYa, dan sebagainya. Jadi kita tidak perlu khawatir akan muncul relatifisasi doktrin sbagaimana yang dikwatirkan sebagian besar ulama. Karena hal yang tersebut diatas haruslah berpegang teguh kepada ajaran dasar Islam yakni qur’an dan sunnah dan bahwa tidak semuanya bisa ditafsirkan secara metaforis, namun ada juga hal2 absolut yang tidak berubah, tapi disini kita diuntut untuk jeli dalam membedakan antara keduanya. Wallahu a’lamu bisshowab. Albi
H I/141 060607, 08:00 PM
HAMDAN MAGHRIBI
Departement aqeedah and philosophy
International islamic university Islamabad Pakistan
Namun bagaimanapun gigihnya Barat untuk membuktikan bahwa ajaran Islam tidak relevan dengan akal akan berujung dengan tangan hampa pula, alih2 menyatakan ke”statis”an Islam, mereka malah terperanjat kaget betapa rasionalnya ajaran Islam, ini terbukti dari studi dan kajian mereka tentang ilmu kalam dan filsafat Islam. Kalam oleh para ahli Barat disebut teologi rasional atau teologi dialektis, tidak seperti teologi Kristen yang dogmatis. Ilmu kalam sangat dialektis dan logis. Dengan mempelajari ilmu kalam yang mengakibatkan berbagai polemik, akan melatih umat Islam untuk melihat kembali agamanya. Agama Islam sudah berada ditangan umatnya selama 15 abad. Kita tidak boleh melihat perjalanan panjang itu dengan hampa tanpa makna. Sudah barang tentu banyak hal –negatif maupun positif-yang terjadi dalam kurun waktu sepanjang itu. Orang yang tidak mempelajari turast (warisan lama) dan tiba2 mengklaim kembali kepada qur’an dan Hadits, bisa terjerembab kedalam tafsiran yang paling awal terhadap qur’an dan sunnah.
Dengan ilmu kalam kita bisa mempelajari banyak hal. Contoh mudahnya adalah sifat yang 20. sifat yang 20 ini tidak semerta merta datang begitu saja. Ia mempunyai latar belakang yang rumit sekali. Banyak lagi contoh yang lain, kata aqidah yang berarti simpul atau ikatan tidak termuat dalam term al qur’an, namun sekarang seolah2 ia seperti suci, sakral. Contoh kongkrit lainnya adalah kalimat ushuluddin. Secara logika kalau ada ushuluddin berarti ada juga furu’uddin, dan tiba2 kita sudah diwarisi stereotip bahwa ushuluddin adalah ilmu kalam sedangkan furu’uddin adalah fiqh. Artinya sangat menjadi artificial(dibuat-buat). Tapi apa benar begitu? Dulu Ibn Taimiyyah dan beberapa ulama lainnya tidak setuju dengan pembagian ushul-furu’ tadi. Jadi dengan mempelajari kalam dan sebagainya orang akan menjadi terbuka dan tidak dogmatis. Memang diakui sebagai konsekwensinya terjadi apa yang disebut dengan relatifisasi doktrin (ajaran), yakni ketika orang mengetahui bahwa suatu doktrin adalah dari hasil proses sejarah. Dan inilah yang dikhawatirkan banyak ulama Islam termasuk di Indonesia.
Menurut saya, sebenarnya kekhawatiran tersebut berlebihan. Sebab dalam ajaran2 Islam ada bagian2 yang absolut, tetap dan tak boleh berubah, misalnya bahwa Allah itu Esa dan kita wajib berbuat baik, bahwa kita berbuat untuk mencapai ridhaNYa, dan sebagainya. Jadi kita tidak perlu khawatir akan muncul relatifisasi doktrin sbagaimana yang dikwatirkan sebagian besar ulama. Karena hal yang tersebut diatas haruslah berpegang teguh kepada ajaran dasar Islam yakni qur’an dan sunnah dan bahwa tidak semuanya bisa ditafsirkan secara metaforis, namun ada juga hal2 absolut yang tidak berubah, tapi disini kita diuntut untuk jeli dalam membedakan antara keduanya. Wallahu a’lamu bisshowab. Albi
H I/141 060607, 08:00 PM
HAMDAN MAGHRIBI
Departement aqeedah and philosophy
International islamic university Islamabad Pakistan
Antara Perpustakaan dan Kekuasaan
Sejarah mencatat bahwa barangsiapa yang memiliki perpustakaan terbesar dialah yang menguasai dunia. Pada abad ke 10 M, perpustakaan di st Gall (sekarang switzerland) merupakan perpestakaan terbesar milik umat kristen (baca:Barat). Katalog perpustakaan pertama mereka, mencatat 426 judul buku.
Pada abad yang sama, kira2 1.300 km jauhnya dari switzerland, abdurrahman III, khalifat dinasti umyyah di Cordoba, mendirikan Universitas Cordoba. Dan mendirikan perpustakaan2. anaknya yang kemudian melanjutkan tahtanya sangat cinta buku, dan membangun perpustakaan dimana2. sampai pada kekuasaan al Hakam II Cordoba menjadi “kota paling berbudaya di Eropa”.
Muslim Cordoba mempunyai 70 perpustakaan umum. Setelah berdamai dengan pihak kristen, al Hakam II memulai penerjemahan ratusan buku dari yunani dan latin ke bahasa Arab. Kemudian dia menggabungkan perpustakaan milk ayahnya saudaranya dan miliknya. Koalisi tersebut memiliki 400.000 judul (bandingkan dengan eropa saat itu yang hanya memiliki 426 judul)
Disamping itu, ada pula perpustakaan istana di Granada, perpustkaan umum di masjid Seville, perpustakaan istana di Toledo dan perpustakaan umum di Valencia. Belum lagi ditambah dengan perpustakaan pribadi yang dimiliki oleh para ulama saat itu. Ringkasnya dimana ada kekuasaan Muslim disitu pula berlimpah ‘kekayaan’ intelektualnya. Hanya buku di Cordoba saja semua buku di dataran Eropa tidak ada yang bisa mengunggulinya.
. Islam mempunyai tradisi keilmuan berupa perpustakaan dan buku didalamnya. ketika itu Muslim menguasaki afrika utara, Nimes di Prancis, sicili di Italia, walachia di rumania, cypres, serbia, bosnia, albania dan hongaria. Umat Islam dulunya bergelimang kesuksesan.
Sekarang mari kita ‘fast forwrd’ ke tahun 2006 yang lalu, tercatat perpustakaan terlengkap sedunia adalah the Library of Congress di Amerika, bayangkan amerika yang hanya berpenduduk 300 juta mempunyai buku yang lebih banyak dibanding 1.2 milyar rakyat Muslim. Lihat saudi arabia yang punya milyaran barrel minyak tapi Center for Islamic Researchnya hanya mempunyai 90.000 judul. Bandingkan koleksi buku khilafah di Cordoba yang jumlahnya berlipat2 dibanding dengan saudi arabia.
So, piye? Siapa yang bisa menguasai dunia sekarang? Kita tidak berbicara tentang kepemilikan nuklir, bukan pula sejata pembunuh massa lainnya semisal c4 dan kawan2nya, atau strategi perang, kiat2 meledakkan pesawat dan gedung serta berbagai cara destruktif lainnya
Tapi kita bicara jumlah perpustakaan dan bukunya. Dan Amerikalah si empunya!
Pada abad yang sama, kira2 1.300 km jauhnya dari switzerland, abdurrahman III, khalifat dinasti umyyah di Cordoba, mendirikan Universitas Cordoba. Dan mendirikan perpustakaan2. anaknya yang kemudian melanjutkan tahtanya sangat cinta buku, dan membangun perpustakaan dimana2. sampai pada kekuasaan al Hakam II Cordoba menjadi “kota paling berbudaya di Eropa”.
Muslim Cordoba mempunyai 70 perpustakaan umum. Setelah berdamai dengan pihak kristen, al Hakam II memulai penerjemahan ratusan buku dari yunani dan latin ke bahasa Arab. Kemudian dia menggabungkan perpustakaan milk ayahnya saudaranya dan miliknya. Koalisi tersebut memiliki 400.000 judul (bandingkan dengan eropa saat itu yang hanya memiliki 426 judul)
Disamping itu, ada pula perpustakaan istana di Granada, perpustkaan umum di masjid Seville, perpustakaan istana di Toledo dan perpustakaan umum di Valencia. Belum lagi ditambah dengan perpustakaan pribadi yang dimiliki oleh para ulama saat itu. Ringkasnya dimana ada kekuasaan Muslim disitu pula berlimpah ‘kekayaan’ intelektualnya. Hanya buku di Cordoba saja semua buku di dataran Eropa tidak ada yang bisa mengunggulinya.
. Islam mempunyai tradisi keilmuan berupa perpustakaan dan buku didalamnya. ketika itu Muslim menguasaki afrika utara, Nimes di Prancis, sicili di Italia, walachia di rumania, cypres, serbia, bosnia, albania dan hongaria. Umat Islam dulunya bergelimang kesuksesan.
Sekarang mari kita ‘fast forwrd’ ke tahun 2006 yang lalu, tercatat perpustakaan terlengkap sedunia adalah the Library of Congress di Amerika, bayangkan amerika yang hanya berpenduduk 300 juta mempunyai buku yang lebih banyak dibanding 1.2 milyar rakyat Muslim. Lihat saudi arabia yang punya milyaran barrel minyak tapi Center for Islamic Researchnya hanya mempunyai 90.000 judul. Bandingkan koleksi buku khilafah di Cordoba yang jumlahnya berlipat2 dibanding dengan saudi arabia.
So, piye? Siapa yang bisa menguasai dunia sekarang? Kita tidak berbicara tentang kepemilikan nuklir, bukan pula sejata pembunuh massa lainnya semisal c4 dan kawan2nya, atau strategi perang, kiat2 meledakkan pesawat dan gedung serta berbagai cara destruktif lainnya
Tapi kita bicara jumlah perpustakaan dan bukunya. Dan Amerikalah si empunya!
Subscribe to:
Posts (Atom)