Hamdan Maghribi
Adalah Islam, salah satu dari abrahamic religion disamping Yahudi dan Kristen, meski paling muda, Islam mampu membuktikan dirinya sebagai agama yang paling pesat perkembangannya. Kurang dari satu abad setelah kelahirannya, Islam sudah menyeberang ke Eropa (spanyol) dan menjadikannya puat budaya dan peradaban hingga abad ke 15M. Dibawah naungan Islam, berbagai suku bangsa hadir dengan corak dan warna adat, tradisi dan worldview masing-masing. Tentu saja ketika masuk ‘payung’ Islam ada prinsip-prisnsip fundamental yang harus dipegang, prinsip dasar yang membuat mereka disebut Islam. Tetapi mengadopsi prinsip Islam tersebut tidak lantas mematikan khazanah tradisi dan peradaban mereka, inilah tanda universalitas Islam.
Islam datang dengan penuh kesederhanaan, baik ajaran maupun pemeluknya, menjadi orang Islam tidaklah susah, kaya atau miskin bukan menjadi kendala, Islam juga tidak melihat adanya kesenjangan sosial berdasarkan materi dan tahta, semuanya tergantung kadar iman dan takwa. Atas dasar itulah para saudagar kaya Mekkah merasa ‘kebakaran jenggot’ karena wibawa mereka jatuh. Akhirnya dengan segala daya upaya berusaha menghalangi nabi Muhammad dan dakwahnya demi melanggengkan status qou yang bertahun-tahun telah mereka nikmati. Namun dengan keagungan rasulullah dan kegigihan para sahabat, Mekkah pun dapat di taklukkan dan berdirilah sebuah bangunan politik di Madinah, bermula dari sana berbondong-bondong orang arab maupun non-arab dengan status sosial yang beragam memeluk Islam. Islampun tidak identik lagi dengan orang pinggiran seperti ketika mereka dianiaya saudagar kaya Mekkah. Tapi menjadi agama yang khas dan kreatif dalam mengakomodasi kekayaan tradisi umatnya yang beragam dan memfasilitasinya untuk menjawab tantangan zaman.
Berbagai aliran pemikiran tumbuh subur yang kemudian oleh para ulama diklasifikasikan menjadi beberapa bagian antara lain adalah fikih, teologi (ilmu kalam), filsafat dan tasawuf. Dalam masing-masing aliran ada keragaman yang saling mengkritisi. Dalam fikh misalnya ada madzhab Hanafi yang rasional berseberangan dengan madzhab az Dzahiri yang literal. Ada pula madzhab Hanbali yang dekat dengan madzhab Dzahiri, dan Maliki yang dekat dengan madzhab Hanafi, ada pula madzhab Syafi’i yang kurang lebih berda ditengah-tengahnya (sudartono abdul hakim (editor), Islam dan Konstruksi Ilmu Peradaban dan humaniora, 2003). Dalam telogi ada Mu’tazilah yang rasional dan progresif berseberangan dengan Imam Ibn Hanbal dan para pengikutnya yang tradisionalis. Ada pula Asy’ariyah yang berusaha menengahi keduanya. Bahkan didalam masing-masing madzhab pun masih ada sub-aliran. Dalam mu’tazilah misalnya terbagi menjadi Mu’tazilah Basrah dan Baghdad kemudian masing-masing individu dalam sub-sub aliran tersebut juga mengembangkan pemikiran individu yang variatif dan khas. Dari sini lahirlah tradisi Islam yang kaya dan beragam. (Hasan As Syafi’i, Al Madkhal Ila dirasati ‘Ilmi Al Kalam, 1988)
Apa yang digambarkan diatas hanyalah contoh dinamika masyarakat muslim yang variatif. Hal tersebut bukan hanya dalam ajarannya tapi juga diberbagai aspek kehidupan yang lainnya. Dengan keberagaman tersebut bukannya membuat Islam mundur, namun berkembang dengan dibarengi munculnya berbagai disiplin ilmu keagamaan (Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, 1985) Perlu diingat pula, zaman keemasan Islam tidak semata-mata ditandai dengan berkembangnya ilmu keIslaman, tetapi juga dengan keberagaman ilmu pengetahuan, sains, sosial dan politik.
Maka dengan berjalannya waktu umat Islam harusnya bisa lebih dewasa dalam menyikapi segala perbedaan didalamnya. Perbedaan bukan untuk dihindari tapi untuk difahami. No differences can make only difference. Allah knows best (Albi)
H I/141, 210707, 01:00 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment